Ayahku Bukan PKI...
Tahun 1967 disebuah Sekolah Dasar Negeri di kota Jambi, serombongan anak-anak sekolah sedang meneriaki temannya..
“Anak PKI..Anak PKI..Anak PKI…..”
“Ayahku bukan PKI…ayahku orang baik-baik..huhuhuhuhu…
Aris yang diteriaki terus berjalan menghindari anak-anak yang meneriakinya dan sambil terus menangis disepanjang jalan. Langit mendung seketika menggantung hujan, anak itu terus berlari menyesali nasibnya yang dicap sebagai anak PKI. Wajah-wajah iba menatap namun tidaklah bisa berbuat apa-apa, takut menyapa takut pula diduga sebagai bagian dari orang-orang yang sudah tersia-sia.
___
Aris Masih terus menangis memasuki sebuah rumah yang sepi..seorang ibu yang tengah memnyusui bayi mendadak sedih melihat anaknya yang datang tiba-tiba dengan menangis dengan pilu.
“Kenapa kamu menangis nak…kamu dibilang anak PKI lagi ya…kamu harus kuat nak..ayahmu bukanlah PKI..”
“Ya ibu…tapi sampai kapan aku bisa tahan…huhuhuhu…”
Aris terus menangis, dia tidak tahu bagaimana harus menghentikan tangisnya, dia begitu sakit..karena dia sangat tahu ayahnya adalah orang baik-baik, bahkan sesungguhnya dia tidak pernah mengerti apa artinya PKI.
“Tunggulah nak…nanti ayahmu juga dibebaskan..karena ibu sangat tahu siapa ayahmu…”
“Terus kenapa mereka gak tahu kalau ayah bukanlah PKI….”
“Mereka bukan gak tahu nak…mereka terpaksa harus bilang ayahmu PKI..itu karena kakekmu pun juga dituduh begitu…”
___
Hujan turun sangat perlahan, malam hanya terisi gemercik hujan, dalam sebuah rumah bedeng (Rumah Petak) satu keluarga kecil sedang siap-siap menuju kepembaringan. Ketukan pintu yang terdengar sangat kasar membangunkan mereka seketika. Amran bergerak menghampiri pintu.
“Buka pintunya…”
“Ya sebentar…siapa ya…”
“Tidak penting siapa…buka saja pintunya..”
Betapa kagetnya Amran begitu pintu terbuka, dihadapannya beberapa orang berseragam loreng dengan menghunus senjata langsung menyentaknya..
“Kamu Amran kan….ayo segera ikut kami ke Markas…”
“Lho salah saya apa pak..”
“Nanti saja dijelaskan…sekarang kamu ikut saja dulu…”
“Tapi…sebentar pak…saya harus pamit dulu sama anak dan istri saya…”
Itulah awalnya Amran dibawa aparat, sementara dia sama sekali tidak pernah tahu apa salahnya. Semua berjalan begitu cepat dan Amran hanya menerima kesalahan tanpa pernah tahu apa kesalahannya. Tuduhan terakhir yang dia terima adalah terlibat dalam Gerakan PKI, sementara dia sendiri tidak pernah merasa bersentuhan dengan partai terlarang tersebut.
____
Sampai Republik ini berganti rezim, Aris tidak pernah tahu ayahnya dimana. Dengan bersusah payah ibunya membersar Aris dan adiknya, sampailah Aris menginjak dewasa..Aris tetap saja tidak pernah tahu dimana Ayahnya berada, masih hidup atau sudah tak bernyawa lagi tetap saja tiada kabar beritanya. Kini Aris sudah berkeluarga begitu juga dengan adiknya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar