Siapa sebetulnya yang paling berhak menegakkan hukum dinegera ini ? kalau mau dibilang aparat penegak hukum, nyatanya tidak juga, karena ketika mereka berhadapan dengan terdakwa yang nota bene pejabat negara mereka pun tidak berdaya, lantas siapa, apakah Presiden sebagai pemegang otoritas kekuasaan eksekutif, bukankah wewenang tersebut merupakan otoritas lembaga Yudikatif ? Inilah kerancuan yang tidak pernah terselesaikan, dan selalu menjadi pertanyaan yang tidak pernah terjawab. Kalau pun jelas siapa penanggung jawabnya, namun tetap saja tidak jelas dalam penerapannya.
Kenyataan pada penerapannya, hukum masih tajam kebawah, hukum hanya tegak untuk masyarakat kelas bawah, hanya bagi masyarakat yang tidak mengenal hukum dan politik. Untuk masyarakat kalangan atas dan pejabat pemerintah hukum menjadi tumpul, terlebih ketika hukum sudah diseret-seret keranah politik, hukum tidak berdaya dan aparat hukum pun melepaskan tanggung jawabnya. Kalau pun ada proses hukum hanya untuk mengelabui masyarakat saja.
Diskriminasi penerapan hukum ini sekarang semakin terlihat nyata, bagi yang memiliki jabatan, kekuasaan dan uang, menghadapi persoalan hukum bukan lagi menjadi masalah, karena semua bisa diselesaikan diatas meja persidangan, bukan lagi dibawah meja seperti halnya pada masa-masa sebelumnya, tapi bagi yang tidak memiliki semua itu harus siap pasang badan untuk menghadapi kurungan.
Apakh memang seperti itu hukum diterapkan, padahal tidaklah seperti itu seharusnya. Didepan hukum semua memiliki hak yang sama, seperti itulah yang sering banyak orang ucapkan tapi sangat berbeda dengan apa yang diterapkan, apa yang salah dengan semua ini, apa karena ketegasan pemimpin yang tidak ada atau memang hukum hanya menjadi alat permainan yang berkuasa saja. Seorang pakar hukum pernah mengatakan :
"Hukum adalah Kekuasaan itu sendiri," apakah memang seperti itu terjemahan hukum yang sebenarnya ?
Penulis akan memberikan beberapa catatan mengenai cacatnya penegakan hukum di Indonesia, penulis tidak memberikan illustrasi kasus hukum yang menyangkut Kasus Tindak Pidana Korupsi dan penyuapan, karena kalau kasus seperti ini sudah tidak aneh lagi, karena hukum memang tidak berdaya dan penuh dengan sandiwara. Penulis hanya memberikan illustrasi tentang beberapa kasus kecil namun sangat mengganggu rasa keadilan.
Pertama : Kasus pembunuhan Kelasi Arifin, tanpa kesulitan yang sangat berarti polisi berhasil menangkap kelima pelaku pembunuh kasus Kelasi Arifin, dan proses hukumnya pun segera ditindaklanjuti. begitu mudah aparat kepolisian menangkap pelaku kejahatan yang dilakukan masyarakat biasa, tapi sebaliknya, aksi balas dendam dari kasus ini yang dilakukan Geng Motor Pita Kuning, yang disangkal bukanlah aksi balas demdam pembunuhan Kelasi Arifin, dan Geng Motor tersebut bukanlah anggota TNI, tapi diakui ada anggota TNI yang ikut dalam konvoi. Pada kenyataannya aksi geng motor ini sudah merenggut nyawa Anggi Darmawan, siapa yang membunuh Anggi ? polisi tidak bisa mengungkapkan, sementara anggota TNI yang diduga terlibat hanya dikenakan sanksi disiplin, disini nyata sekali ada diskriminasi penegakan dan penerapan hukum.
Kedua :
Kasus Video Porno Anggota DPR Kasus yang serupa pernah dialami oleh Ariel Peterpan ini, sebelumnya pernah dialami oleh seorang Anggota DPR Yahya Zaini dan pedangdung Maria Eva, dan sekarang terjadi lagi, seperti yang diduga Anggota DPR yang berinisial KMN terlibat dalam video mesum seperti yang dilakukan Ariel dan Yahya Zaini. Sperti yang kita ketahui sampai sekarang Ariel masih menerima ganjaran dari perbuatannya tersebut, tapi lain halnya dengan Yahya Zaini dan maria Eva, yahya dan Eva tidak mendapat ganjaran apa-apa, padahal kasusnya sama dengan apa yang dilakukan Ariel. Pada kaus video mesum yang baru-baru ini heboh, yang diduga dilakukan KMN, yang lebih sibuk diselidiki justeru orang mengunggah video tersebut kedunia Maya, bukan menyelidiki siapa yang ada didalam video mesum tersebut sesungguhnya, bukankah ini sangat terkesan diskriminatif.
Beberapa kasus yang remeh lainnya seperti, Anas Urbaningrum yang ketahuan memakai nomor polisi palsu, nyatanya Anas tidak menerima sanksi apa pun atas pelanggaran tersebut, coba kalau masyarakat biasa yang melakukan hal tersebut, tentunya Polisi sudah menagkapnya. Selanjutnya kasus Koboi Palmerah, dimana sorang aparat TNI yang dengan seenaknya mengeluarkan senjata Api ditengah keramaian, karena bertikai dengan seorang warga biasa, pada kenyataannya dikatakan bukan senjata api sungguhan, tapi Air Softgun. Inikan sesuatu yang aneh, begitu mudah dilindungi kalau aparat yang melakukan tindak kejahatan, menjaga nama baik institusi lebih berarti dari pada menegakkan hukum itu sendiri.
Mana semboyan polisi "Melindungi dan Mengayomi Masyarakat" masih seperti itukah tugas polisi sebagai aparat penegak hukum, siapa yang bisa melindungi dan mengayomi masyarakat kalau hukum pun harus dibeli, sementara masyarakat bawah tidak punya kemampuan untuk membeli, lantas kemana mereka harus mengadu dan berlindung dari kejahatan ?
Foto illustrasi : Sepoci Kopi