Puisi dibawah ini ditulis oleh WS Rendra sekitar tahun 1978, namun isi puisi ini masih relevan dengan kondisi Demokrasi kita saat ini, lembaga yang kita percaya untuk menampung aspirasi sudah tersumbat kekuasaan, bahkan sudah dibeli oleh kekuasaan, lantas kemana aspirasi harus kita salurkan…haruskah kecomberan ? Kondisi ditahun 1978 sampai 2010 tidak banyak berubah, apakah demokrasi hanya jalan di tempat, menjadi simbol dan alat politik untuk membius rakyat.
Para penguasa berlindung dibalik demokrasi, membodohi tanpa peduli hanya untuk kepentingan diri sendiri, apa yang diucapkan tidak sama dengan yang dilaksanakan, korupsi dihalalkan hanya untuk kepentingan perjuangan pengabadian kekuasaan, undang-undang diciptakan hanya untuk memudahkan jalan persekongkolan, lantas pada siapa kita harus protes kalau tidak lari ke jala-jalan, itupun lambat laun akan dilarang.
Lihat Rendra hanya meyakini demokrasi yang macet hanya bisa disalurkan melalui pamplet-pamplet, yang digelandang dijalanan dan sepanjang trotoar jalanan, sajak yang masih terus relevan dengan keadaan zaman yang tidak pernah berubah, karena memang tidak ada yang berkeinganan merubahnya.
Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
Potret Pembangunan dalam Puisi
Berbagi Kisah, Informasi dan Foto
BalasHapusTentang Indahnya INDONESIA
www.jelajah-nesia.blogspot.com
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
HapusKomentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapushttp://liputer666.blogspot.com/2017/11/ada-kondom-di-saku-celana-pria-kaya.html
BalasHapus