Tampilkan postingan dengan label sosbud. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sosbud. Tampilkan semua postingan

Ketika M Nuh Diutus Tuhan Ikut Lelang

Motor Gesit Jokowi/foto: Detik.com


Saya sangat ragu kalau ada orang dari Jambi, yang memenangkan lelang sepeda motor listrik sumbangan Presiden Jokowi, pada acara amal Konser Virtual Bimbo 'Bersatu Melawan Corona, yang diprakarsai BPIP dan MPR, apa lagi nilainya yang ditawarnya cukup fantastis, Rp 2,55 milliar.

Bukan saya mau mengecilkan kemampuan orang dari Jambi, karena di Jambi juga banyak pengusaha Nasional. Hanya saja jarang-jarang orang Jambi mau tampil seperti itu di acara yang begitu menggebyar. 

Ternyata dugaan saya tidak meleset, karena M Nuh sebagai pemenang lelang adalah rakyat biasa, seorang buruh harian yang atas Kekuasaan-Nya, sengaja diutus untuk membuka mata orang-orang yang sangat berkecukupan disekitar Presiden Jokowi. 

M Nuh keluar sebagai pemenang lelang atas ketidaktahuannya tentang acara yang diikuti, dengan penawaran tertinggi diantara para peserta lelang lainnya, dan pihak penyelenggara acara pun diperlihatkan keteledorannya, yang berakibat mempermalukan Presiden Jokowi. 

Memang seharusnya bukan M Nuh sebagai pemenang, karena banyak konglomerat pendukung Jokowi, yang seharusnya memberikan penawaran lebih tinggi dari M Nuh. Bukankah ini acara amal? Ajang bagi konglomerat untuk unjuk gigi dihadapan Jokowi dan masyarakat. 

Dalam ketidaktahuannya, M Nuh merasa dia memenangkan sebuah quiz berhadiah, dan tidak tahu kalau harus mengeluarkan uang yang diluar kemampuannya, karena secara ekonomi dimasa pandemi lebih pantas disebut sebagai penerima sembako. 

Begitulah cara Tuhan ingin memperlihatkan, bahwa dimasa pandemi hanya sedikit orang yang memiliki kelebihan harta untuk berbagi. Peristiwa ini bukan peristiwa biasa, ini sebuah peristiwa besar yang seharusnya direspon dengan baik oleh orang-orang besar die Republik ini. 

M Nuh hanyalah perantara Tuhan, untuk memperlihatkan kenyataaan disaat bangsa ini dihadapi sebuah musibah, tidak banyak orang-orang yang ingin mengulurkan tangannya, untuk membantu sesama. 

Acara Konser Virtual 'Bersatu Melawan Corona' yang seharusnya bisa menghasilkan dana yang cukup besar, malah menampar muka para penyelenggara, juga para konglomerat yang ada dibelakang Presiden Jokowi. 

M Nuh tidak salah, begitu juga dengan penyelenggara acara, yang salah, acara tersebut hanya diselenggarakan sebagai seremonial rasa peduli atas sesama, namun hasilnya tidak sebesar gaungnya. 

Jalannya memang sudah begitu, perantara M Nuh Tuhan ingin membuka mata kita semua, apa yang terjadi dalam peristiwa itu mempermalukan kita semua, bahwa konser virtual itu pada akhirnya memperlihatkan kekurangan kita semua. 

Pada akhirnya, kemenangan M Nuh tersebut dianulir, dan anak  Raja Media, Hary Tanoesoedibjo, Warren H Tanoesoedibjo menggantikan M Nuh sebagai pemenang dengan harga Rp 2,55 milliar. 

Lelang itu terpaksa diulang, karena M Nuh sebagai pemenang tidak mampu menebus motor 'Gesit' yang sengaja dilelang dalam rangka penggalangan dana untuk membantu masyarakat yang terdampak covid-19. 



Megawati Sudah Habis Masanya

foto : Tribunews.com


Megawati harus mengubur ambisinya untuk menjadi Presiden RI yang kedua kali, niat itu harus segera ia urungkan. Megawati harus pandai melihat arah angin, sekarang ini masa bagi Megawati itu sudah habis, sudah bisa diprediksi jika PDI-P tetap mencalonkan Megawati jadi Presiden pada Pemilu 2014 nanti, meski pun dipasangkan dengan Jokowi, maka itu artinya Megawati semakin membuka peluang bagi lawan politiknya untuk menang.

Kalau pun PDI-P tidak jadi mengusung Jokowi untuk menjadi Presiden, itu bukan berarti Megawati yang harus dicalonkan. Sebaiknya Megawati memfokuskan diri untuk membuat regenerasi kepemimpinan, selama ini sudah terbukti PDI-P mampu menyiapan pemimpin yang berkualitas, jujur dan bersih dari kasus korupsi, seperti misalnya Jokowi, Tri Rismaharini dan Ganjar Pranowo.

Ilustrasi/ Admin (Politicawave.com)


Boleh jadi Pemilu 2014 ini bukanlah milik PDI-P, tapi dapat dipastikan pada Pemilu 2019 akan menjadi milik PDI-P, karena PDI-P sudah mempunyai Tiga Jagoan tersebut yang bisa diunggulkan untuk menempati posisi RI 1 dan RI 2. Alangkah bijaksananya jika Megawati justeru berupaya untuk menyokong Prabowo dalam Pemilu 2014, dengan sebuah kesepakatan tentunya, bahwa Prabowo hanya memimpin untuk satu periode.
Kalau seandainya PDI-P tetap ngotot mencalonkan Megawati sebagai Presiden, maka PDI-P akan kehilangan simpati dari para pendukung Jokowi, dan hal ini akan berimbas pada turunnya kepercayaan publik terhadap PDI-P, dan juga akan berakibat besar pada dukungan masyarakat terhadap kepemimpinan Jokowi di DKI Jakarta.

Sangat bisa dimengerti kenapa PDI-P tidak buru-buru mengeluarkan pernyataan tentang siapa yanh akan dicalonkan PDI-P pada Pemilu 2014 ini, untuk sebuah strategi itu sah saja. Memang sangat dikhawatirkan jika Capres PDI-P segera diumumkan malah akan menjadi sasaran tembak lawan politiknya. Lihat saja, padahal Jokowi belumlah dinyatakan sebagai Capres PDI-P, serangan bertubi-tubi sudah dihadapi Jokowi.

Kalau seandainya PDI-P tetap berambisi untuk memenangkan Pemilu 2014, dan juga merebut kursi RI 1, PDI-P harus mencalonkan Jokowi bukanlah Megawati, sekali lagi saya katakan Megawati sudah habis masanya, Megawati mendingan anteng-anteng saja menjadi Ketua Umum PDI-Perjuangan, sambil terus menyiapkan penggantinya. 
Memberikan peluang kepada generasi penerus jauh lebih baik dari pada terus mempertahankan kekuasaan politik yang menciptakan Hirarki Dinasti.

Megawati sudah pernah membuktikan bahwa Trah Soekarno ada yang menjadi Presiden, meski pun kepemimpinannya tidaklah seperti Soekarno, karena harus diakui meakipun Megawati anak Soekarno, tapi Megawati tetaplah Megawati yang tidak bisa melebihi kepemimpinan Soekarno, jangankan melebihi, untuk setara dengan kepemimpinan Soekarno pun Megawati belum bisa. Jadi Megawti harus ikhlas kali ini mengubur ambisinya untuk menjadi Preaiden RI untuk yang kedua kali.

Tips Cara Mengendalikan Kemarahan

illustrasi : Rimanews.



“Mengendalikan kemarahan jauh lebih mudah daripada memperbaiki kerusakan yang diakibatkan pelampiasannya”

“Marah” sebuah kata yang sederhana dan sangat mudah diartikan, semua orang mungkin sudah tahu artinya jadi tidak perlu lagi diterjemahkan. Sebab Marah-lah bisa pecah perang juga keributan. Perang di seantero dunia pun bisa dikarenakan marah, begitu juga keributan dirumah tangga. Hanya karena mudah marah dan tidak bisa mengendalikan marah keributan dan pertikaian bisa terjadi.

Marah sering ditolerir sebagai sebuah gejolak kejiwaan manusia yang normal dan sah-sah saja. terlebih, kondisi kehidupan di akhir zaman seperti sekarang ini yang memancing kita untuk meluapkan kemarahan. bahkan, menurut Al-Ghazali, seringkali kemarahan dianggap sebagai kejantanan dan kemuliaan harga diri. Dampaknya, betapa banyak kasus keji terjadi diakibatkan oleh “Marah”. Tragisnya, seringkali amarah dipicu oleh hal-hal yang sepele.

Dalam marah, sangat besar peranan setan, karena dalam marah terkandung nafsu, dalam nafsu selalu terkandung pengendalian setan. Kalau saya menuliskan ini, bukanlah berarti saya orang yang pandai mengendalikan marah, atau seorang yang tidak pernah marah. Justeru saya ingin berbagi, agar sama-sama mengetahui buruknya akibat yang disebabkan marah.

Dalam sebuah buku yang berjudul : “Jangan Mudah Marah” karangan, Syaikh Fauzi Said, Dr Nayib Al-Hamd, dikatakan: Sejatinya marah tidak bisa dilepaskan dari peran setan. menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, selain hawa nafsu, marah merupakan keempatan emas bagi setan untuk menggelincirkan manusia. Tak salah, karena dalam berbagai kesempatan, Rasulullah mewanti-wanti para sahabatnya dengan pesan singkat-namun sarat makna: “Jangan marah”bahkan, menurut Abu Darba, kondisi terdekat seorang hamba dengan murka Allah, adalah pada saat ia dilanda marah.

Tetapi bagaimana mengendalikan sebuah sebuah sifat yang sudah terlanjur akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, berikut ini ada beberapa tip yang saya kutip dan saya simpulkan dari buku “jangan Mudah Marah:”

1. Mengenali diri bahwa tidak berhak untuk marah dan balas dendam

Penyadaran akan hal ini merupakan pengutamaan diri dengan keridhaan dan kemarahan untuk Penciptanya.            Oleh karena itu, kalau jiwa dibiasakan marah dan karena ridha karena Allah, secara otomatis ia akan terbebas         dari marah dan ridha karena kepentingan diri sendiri.

2.Meninggalkan perdebatan dan memilih sikap diam

Seringkali kemarahan itu disebabkan oleh sebuah perdebatan, sikap yang bijak adalah menghindari perdebatan      tersebut, dengan cara meninggalkannya atau hanya bersikap diam tidak menanggapi. Mengalah tidak selalu              kalah, demi kemenangan hati

3.Mewaspadai akibat dari marah

Marah yang terlalu sering dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya. Seperti penyakit gula, tekanan            darah tinggi, sakit pada saraf usus besar, dan penyakit-penyakit lain yang membutuhkan diagnosis khusus dari        dokter spesialis. Marah juga dapat menimbulkan berbagai macam tindakan, baik perkataan maupun perbuatan      yang dapat menjadikan pelakunya menyesal setelah kemarahannya surut.

4.Mengambil pelajaran dari pengalaman melampiaskan kemarahan yang telah lalu.

Kalau orang mau sejenak mengingat akibat melampiaskan kemarahan pada masa lalu- yaitu penyesalan karena       tanpa berpikir panjang dia langsung melampiaskan hawa nafsunya, ia akan menyadari bahwa menahan marah         lebih mudah daripada memperbaiki akibat buruk darinya.

Masih banyak cara lain yang juga dilakukan seseorang mengatasi nafsu amarah, antara lain : dengan memperbanyak berzikir pada Allah, Istighfar atau juga berwudhu. Dan masing-masing punya cara untuk melawan nafsu amarah, tentunya sesuai dengan pemahaman masing-masing. Artikel ini hanyalah bermaksud untuk sekedar berbagi, dan tidaklah semata-mata untuk menggurui.

Demikianlah tulisan ini saya susun kembali berdasarkan referensi buku yang saya baca. Semoga saja artikel yang singkat ini ada manfaatnya bagi kita semua.
Sumber tulisan :

Buku, “Jangan Mudah Marah” Karangan: Syaikh fauzi Said, Dr. Nayif Al-Hamd
Penerbit : Aqwam Jembatan Ilmu.

Pidato SBY "Menghipnotis" Anak-anak Hingga Tertidur





Hebatnya pidato Presiden SBY, bukan hanya orang dewasa dan pejabat negara yang mendengarkan pidatonya hingga tertidur, anak-anak pun bisa dinina bobokkan oleh pidato beliau. Seringkali Presiden SBY menegur orang-orang yang tertidur saat beliau sedang berpidato, seakan-akan pidato beliau tidak penting untuk didengarkan, atau bisa jadi saking khidmatnya mendengarkan, sehingga tertidur pulas. 

Saat berpidato pada perayaan Hari Anak Nasional yang diadakan di Theater IMAX Keong Emas TMII, Jakarta, Rabu (29/8/012), yang dihadiri 500-an anak-anak dari Jabodetabek, yang sebagian besar adalah anak usia SD - SMP, anak-anak yang sudah hadir sejak pukul 08.00 WIB, sementara Presiden baru hadir dua jam kemudian, sehingga ketika mengikuti pidato presiden ada sebagian anak yang tertidur. 

Seperti yang diberitakan, Presiden SBY sempat menghentikan pidayonya selama tiga menit, karena dilihatnya ada anak-anak yang tertidur sata beliau sedang berpidato, melihat keadaan itu Presiden lalu menegur anak-anak tersebut,

 "Tolong bangunkan yang tertidur, itu ada satu dua anak yang tertidur" celetuk Presiden SBY. 

Mendengar teguran Presiden, maka anak-anak tersebut dibangunkan, dan Presiden pun melanjutkan pidatonya. Memang kalau melihat materi pidato yang disampaikan Presiden SBY, banyak memberikan pesan-pesan yang positif bagi anak-anak Indonesia, hanya saja mungkin substansi isi pidato presiden kurang menarik minat anak-anak untuk mendengarkannya.

Hal ini bisa disebabkan karena anak-anak kurang mengerti terhadap materi pidato yang disampaikan, sehingga akhirnya sebagian anak-anak pun tertidur. Ya namanya juga anak-anak kadang kita yang orang tua harus mau banyak memahami apa yang lebih disukai anak-anak, dan pidato seperti apa yang patut disampaikan pada anak-anak sehingga mereka bisa asyik mendengarkannya.

Tapi memang seharusnya orang tua/pendidik yang mendampingi mereka bisa mengarahkan anak-anak agar tetap konsen mendengarkan pidato Presiden, terlepas dari suka atau tidak suka, dengan demikian presiden merasa lebih dihargai. Tapi yabegitulah kalau materi pidato yang kurang mengena, jangankan anak-anak, orang dewasa pun bisa khusuk mendengarkannya, dan hal seperti ini bukan hanya baru kali ini terjadi, pernah juga didepan para pejabat negara pun demikian terjadi, saat beliau berpidato ada diantara audience yang tertidur, sehingga beliau pun menegur para pejabat tersebut.

 Memang tidak semua orang pandai menarik simpati audience dengan pidatonya, haruslah seseorang yang memiliki keahlian seni berpidato. Kalau kita pernah tahu, bahwa baru Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir.Soekarnolah yang mampu memukau para audience dengan pidatonya, sehingga yang mendengar pidatonya bisa tergugah dan terpesona dengan isi pidato yang disampaikannya, karena beliau memanglah seorang orator ulung yang belum ada tandingnya di Republik ini.

 Sumber tulisan : Tribunews.com

Ini alasan Ali Sadikin Mendirikan Taman Ismail Marzuki



“Semua itu takkan terjadi tanpa Ali Sadikin. Ia penguasa yang paling unik. Kalau dikritik tak tersinggung, malah belajar. Yang paling berjasa dalam pembentukan Pusat Kesenian Jakarta tentulah Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin,”(Arif Budiman)

Sebelum diangkat menjadi Gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Soekarno, Ali Sadikin merupakan seseorang yang telah menduduki kursi Menteri, Menko dan Deputi Menteri Urusan Ekuin. Karena kedudukannya itu, ia banyak berkeliling ke berbagai kota mancanegara dan melihat adanya pusat kesenian di berbagai negara modern.

Berbekal petualangannya itu,  maka ketika beliau menjabat sebagai Gubernur DKI timbullah inspirasinya untuk membangun pusat kesenian di Jakarta yang diungkapkannya awal tahun 1968, saat meresmikan pemakaian kembali Balai Budaya yang merupakan tempat berkumpulnya seniman-seniman Jakarta di Jl Gereja Theresia.

Begitu dekat dan cintannya Bang ali dengan kesenian dan seniman pada saat itu, Bang ali melihat Balai Budaya sebagai satu-satunya wadah para seniman Indonesia di DKI Jakarta saat iitu, tak lagi cukup untuk menampung para seniman untuk berkreatifitas dan menuangkan gagasan seninya, maka terpikirkan oleh beliau untuk membangun suatu wadah baru yang lebih besar dan mampu untuk menampung berbagai hasil karya seni para seniman indonesia di DKI Jakarta.

Para seniman “dikumpulkan” di sebuah tempat dengan satu tujuani: memajukan seni dan kebudayaan. Bang Ali lantas memerintahkan stafnya untuk mencari sebuah kawasan yang ideal sebagai Pusat Kesenian Jakarta. Akhirnya, ditemukan sebuah areal di Jl. Cikin 73, Jakarta.

Setelah tempat ditemukan, pemerintah menyerahkan sepenuhnya kepada seniman untuk memikirkan perencanaan dan konsep selanjutnya. Pada periode 1968, secara intens terjadi pertukaran pikiran soal seni dan budaya terjadi di Kantor Harian KAMI, tempat Gunawan Mohamad bekerja dan biasa disinggahi seniman bersama budayawan lain dan aktivis 66. Juga pertemuan selanjutnya di pondokan Salim Said (wartawan Angkatan Bersenjata) Jl. Matraman Raya 51, yang juga sering dikunjungi oleh Arifin C. Noer (Almarhum dulu wartawan di Pelopor Baru), Gunawan Mohamad dan Ed Zulverdi (keduanya wartawan di harian KAMI) juga Sukardjasman (wartawan Sinar Harapan). Saat itu, konsep semuanya diketik oleh Arifin C. Noer di kamar kerja Salim Said dan diserahkan oleh Christianto Wibisono kepada Bang Ali.

Akhirnya tanggal 10 November, 43 tahun lalu, di sebuah tempat seluas kurang lebih 8 hektare, dulu masih bernama Jalan Raden Saleh dan kemudian dijadikan kebun Binatang Cikini (sebelum pindah ke Ragunan) akhirnya menjadi sejarah sebuah gedung pusat kesenian. Inilah sebuah mimpi yang menjadi kenyataan. Pasalnya, tempat nongkrongnya seniman di Pasar Senen atau Balai Budaya tak bisa dipakai lagi, karena perpecahan ideologi politik. Sejak itu seniman pun kehilangan tempat “pertemuan”. Maka jadilah TIM sebagai wadah baru bagi seniman indonesia di DKI Jakarta.

Bagi pecinta dan pelaku seni, nama Taman Ismail Marzuki (TIM) di bilangan Jl Cikini Raya No 73, Jakarta Pusat, bukanlah tempat yang asing. Nama tempat yang diambil dari nama komponis asal Betawi Ismail Marzuki itu, bahkan belakangan semakin lekat di kalangan pecinta seni karena kehadiran sejumlah bangunan pendukung lainnya seperti, Planetarium, Graha Bakti Budaya, Pusat Sastra HB Jassin, Cineplex 21 serta Institut Kesenian Jakarta (IKJ).

Jadi sangatlah disayangkan apa bila Pusat Sastra HB Jassin, yang sekarang dikenal dengan Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) HB Jassin, tidak bisa dikelola dengan baik oleh Pemerintah DKI, hanya dikarenakan tidak adanya ketersediaan dana untuk dialkosikan bagi operasional PDS tersebut, padahal PDS merupakan asset Pemda DKI juga Bangsa Indonesia yang sangat berarti keberadaannya.
Dengan rasa cinta yang besar terhadap kesenian, Bang Ali berupaya membangun Pusat Kesenian Jakarta dengan berbagai fasilitasnya, tapi kenapa sekarang Pemerintah yang meneruskan apa yang sudah dibangun oleh Bang Ali, tidak mampu untuk merawat dan melestarikannya. Kalau membangun dan membuat gagasan yang besar dan bermanfaat saja kita tidak mampu, kenapa kita tidak berusaha untuk merawat dan menjaganya dengan sebaik mungkin.



ilustrasi foto : google image



Inilah Kata-kata yang "Meracuni Anak-Anak"




Sebagai orang tua kadangkala tanpa  disadari seringkali mengeluarkan sumpah serapah dan “Kata-kata Beracun” (The Toxic Words), yang mana kata-kata tersebut bisa membunuh karakter dan membentuk masa depan anak-anak. Menuntut anak-anak agar menjadi anak yang baik dan patuh pada orang tua ada baiknya dengan memberikan teladan yang baik.

Ada sebuah pengalaman Dr.Amir Zuhdi, Direktur The Golden Family, yang sedang melaksanakan tugas program kesehatan anak dan remaja di LP Anak Tanggerang, dokter ini sangat kaget ketika mengetahui kalau penghuni LP tersebut adalah anak-anak yang berusia antara 10 sampai 16 tahun. Berdasarkan pengamatan dokter tersebut, mereka berada di LP itu disebabkan oleh Kata-kata Beracun dari orang tuanya.

Berikut ini saya lampirkan petikan wawancara antara dokter tersebut dengan anak-anak penghuni LP Tanggerang, dalam sesi program kesehatan berikutnya, berupa konsultasi kesehatan fisik dan psikologi secara langsung, yang saya kutip dari Fimadani.com :

Apakah anak-anak mengetahui tempat tinggalnya saat ini dan apa namanya?Sebagian besar mereka mengetahui dan menjawab bahwa mereka tinggal di penjara anak.

Pertanyaan berikutnya, Mengapa anak-anak harus tinggal di penjara anak ini? Beberapa anak menjawab bahwa ia melakukan kesalahan dan sudah selayaknya kalau ia harus tinggal di penjara anak.

Memang, ia di lahirkan untuk menjadi anak yang kurang ajar, pencuri, pencopet, anak yang senang perkelahian dan masih banyak “gelar-gelar” lainnya.

Menurut dokterAmir, “Gelar-gelar” seperti itulah yang sudah terbenam dibenak mereka, sehingga kata-kata seperti itu selalu terngiang-ngiang dibenak mereka, dan kata-kata seperti itulah pada akhirnya yang semakin membentuk  dan membunuh karakter yang sesungguhnya.

Kata-kata buruk yang seringkali diucapkan orang tua ketika kesal dan marah pada anaknya, hampir rata-rata seperti dibawah ini:

“Dasar kamu! Memang anak pembawa sial!”

“Kamu selalu menyusahkan orangtua!”

“Kamu memang anak terkutuk! Pasti hidupmu akan sengsara!”

Serta masih banyak lagi kata-kata yang buruk lainnya.

Pernahkah Anda sebagai orang tua mengatakan kata-kata tersebut terhadap anak-anak Anda ? Kalau memang pernah sebaiknya segera dihentikan, karena kata-kata seperti itu bisa menjadi do’a yang tanpa disengaja, yang bisa membunuh karakter sesungguhnya anak Anda, sehingga kata-kata buruk itulah yang pada akhirnya membentuk karakter anak Anda.
menurut Dr, Amir, manusia melakukan proses berpikir dengan tiga cara yaitu,
  1. Berpikir Visual adalah berpikir dengan cara kita membuat gambaran di dalam pikiran kita.

  2. Berpikir Auditori adalah berpikir dengan cara kita melakukan dialog internal (self-talk).

  3. Berpikir Kinestetik adalah berpikir dengan cara melibatkan perasaan atau emosi kita.
Gambaran masa depan seseorang ternyata dapat di prediksi dari hal-hal yang dia yakini. Ketika kita meyakini sesuatu maka seluruh “sumberdaya” dalam tubuh kita sampai level sel terkecil pun akan mendukung apa-apa yang telah kita yakini itu.

Sebagian besar, suatu keyakinan dibentuk dari perilaku yang dilihat dan kata-kata yang didengarnya setiap hari khususnya yang menyangkut tentang diri kita. Jika perilaku buruk atau kata-kata buruk yang sering diterimanya, maka bisa dipastikan perlahan tapi pasti bahwa perilaku burukpun akan terwujud dan begitu pula sebaliknya. Demikianlah yang dikatakan Dr. Amir Zuhdi lebih lanjut.

“Anak adalah Amanah dan Titipan Allah yang dititipkannya pada orang Dia percaya. Adalah kewajiban orang tua untuk memelihara dan membesarkan, serta memberikan pendidikan yang cukup, karena ananah tersebut akan dipertanggungjawabkan diakhirat nanti”

Menegakkan Amar Ma'ruf dengan Cara yang Munkar







Tulisan Akhmad Sahal
Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada

(Dimuat di Majalah Tempo edisi 14/5/2012)


Saat menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khattab suatu kali berjalan-jalan menyusuri Madinah. Begitu sampai di suatu sudut kota, Khalifah Umar mendapati suatu rumah yang beliau curigai sedang dipakai untuk bermaksiat. Sang Khalifah ingin mengecek untuk memastikannya, tapi rumah itu tertutup rapat. Ahirnya beliau memaksa masuk melalui atap. Dan benar saja, tuan rumah sedang asik bermaksiat di rumahnya. Langsung saja Khalifah Umar menghentikankannya, dan hendak menangkapnya. Anehnya, pemilik rumah justru tidak terima. Ia mengakui memang telah berbuat dosa. Tapi menurutnya dosanya cuma satu. Sedangkan perbuatan Umar yang masuk rumahnya lewat atap justru melanggar tiga perintah Allah sekaligus. Yakni, mematai-matai (tajassus) yang jelas dilarang dalam AlQur’an (Q49:12); masuk rumah orang lain tidak melalui pintu seperti yang diserukan Qur’an (Q2: 189); dan tanpa mengucapkan salam, padahal Allah memerintahkannya (Q24: 27). Menyadari kesalahan tindakannya, Khalifah Umar akhirnya melepaskan orang tersebut dan hanya menyuruhnya bertobat.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita yang dikutip Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din (II: 320) tersebut? Umar, dalam kapasitasnya sebagai kepala negara saat itu, mestinya punya otoritas yang sah untuk mencegah kemunkaran yang dilakukan salah seorang rakyatnya. Namun berhubung cara nahi munkar beliau terbukti melanggar aturan Tuhan, pelaku maksiat tersebut akhirnya lolos. Moral story: mencegah kemungkaran haruslah dijalankan dengan cara yang tidak munkar.

Kisah di atas kiranya relevan sekali untuk bahan rujukan manakala kita berbicara tentang Front Pembela Islam (FPI) yang senantiasa menempuh jalan kekerasan dalam aksi-aksinya. Dalam berbagai kesempatan , Rizieq Shiha, pimpinan FPI, membenarkan vigilantisme kelompoknya dengan dalih bahwa negara dan aparat peneguk hukum yang ada dianggap gagal atau lembek dalam memberantas kemaksiatan. Akibatnya, kemaksiatan semakin merajalela. Karena itulah ia dan organisasinya merasa sah untuk turun tangan.

Begitulah, dengan alasan menjalankan misi nahi munkar, ormas Islam radikal ini merazia dan merusak kafe, hotel, dan kantong kebudayaan yang mereka tengarai menjadi tempat kemaksiatan. Dengan alasan yang sama, mereka juga menyerang kelompok keagamaan yang mereka tuduh sesat dan kafir. Yang terakhir terjadi adalah penggerudukan FPI ke Salihara untuk membubarkan diskusi pemikiran Irshad Manji, yang mereka tuduh menghalalkan lesbianisme.

Di mata FPI, tindak kekerasan mereka justru Islami karena didasarkan pada hadits Nabi yang cukup populer tentang nahi munkar: “Sesiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangan. Jika tidak mampu, maka dengan lesan. Jika tidak mampu juga, maka dalam hati. Yang terakhir itulah selemah-lemahnya iman.” Bagi FPI, jalan kekerasan merupakan manifestasi dari pengamalan perintah Nabi untuk “mengubah kemunkaran dengan tangan (falyughayyirhu biyadih),” yang mencerminkan keimanan yang paling kuat dan tegas. Makanya tidak heran kalau dukungan terhadap FPI juga muncul dari sejumlah kalangan Islam di luar FPI, dari ustadz sampai orang awam.

Tapi seberapa jauh alasan FPI bisa diterima dari sudut pandang Islam? Apakah kemunkaran niscaya identik dengan kemaksiatan seperti digambarkan FPI? Apakah cara main hakim sendiri dengan dalih nahi munkar bisa dibenarkan? Dan di atas semua itu, apakah klaim FPI sebagai agen penegak nahy munkar bisa dibenarkan dari perspektif doktrin dan sejarah Islam?

FPI mengartikan kemunkaran sebagai identik dengan kemaksiatan. Tapi benarkah demikian? Dari kisah Umar bin Khattab di awal tulisan, kita bisa menyimpulkan bahwa kalau ada orang bermaksiat di rumah sendiri secara tertutup dan tersembunyi dari mata publik, maka perbuatannya sama sekali bukan menjadi urusan publik. Negara, masyarakat, ataupun individu lain tidak punya hak untuk mengintervensi rumah seseorang. Bahkan memata-matai, mengintai, atau menelisiknya saja tidak dibenarkan. Dengan kata lain, kemaksiatan yang tidak kelihatan oleh tatapan publik tetaplah kemaksiatan, tapi tidak bisa diinvasi orang lain dengan dalih nahy munkar. Apa yang terjadi di dalam ruang privat yang tertutup sepenuhnya menjadi urusan si pelaku dengan Tuhan. Kalaupun ia bermaksiat, ia sendiri yang menanggung dosanya.

Hal itu karena apa yang disebut munkar bertaut erat dengan kepublikan. Di sini saya sepakat dengan pendapat Dr. Moch Nur Ichwan dalam artikelnya tentang amar ma’ruf dan nahy munkar yang dimuat dalam Dinamika Kebudayaan dan Problem Kebangsaan: Kado 60 Tahun Musa Asy’arie (2011). Di situ dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini memaknai amar ma’ruf dan nahy munkar sebagai etika sosial atau etika publik. Ia menjelaskan, term ma’ruf dan munkar sebenarnya sudah ada sebelum Islam, dan erat kaitannya dengan urf (adat kebiasaan yang baik) yang terbentuk berdasarkan kearifan budaya setempat (local wisdom). Ketika diserap oleh Islam, kedua term tersebut mengalami transformasi menjadi etika Islami yang spiritnya dibimbing oleh wahyu, dan pada pada saat yang sama mengacu pada kebaikan dan keburukan yang diketahui melalui akal sehat dan kearifan kemanusiaan pada suatu masa dan waktu tertentu.

Singkatnya, amar ma’ruf nahy munkar dalam pandangan Nur Ichwan berporos pada perjuangan nilai-nilai bersama demi kemaslahatan bersama, sedangkan nahy munkar adalah eliminasi dosa-dosa sosial yang mengancam kemaslahatan publik. Dimensi kemaslahatan publik inilah yang dalam kenyataannya diabaikan oleh FPI dalam aksi-aksinye memberantas kemunkaran.

Seberapa jauh ormas partikelir seperti FPI punya lisensi untuk mengangkat diri sendiri sebagai eksekutor nahy munkar? Hadits yang saya kutip di atas memang memberi kesan bahwa mengubah kemunkaran adalah kewajiban setiap muslim. Dari sinilah barangkali FPI merasa bahwa kekerasan adalah bagian dari upaya menjalankan misi mengubah kemunkaran “dengan tangan”.

Tapi masalahnya, kalau setiap orang merasa punya wewenang untuk mengubah kemunkaran “dengan tangan,” maka yang kemudian terjadi adalah menjamurnya ormas Islam, semua dengan bendera nahi munkar, tapi masing-masing punya agendanya sendiri, dengan disokong laskarnya sendiri. Situasi seperti ini pada gilirannya bisa mengancam ketertiban umum dan memicu kekacauan politik dan anarki dalam masyarakat, suatu situasi yang justru dianggap momok paling mengerikan sepanjang sejarah politik masyarakat muslim. Kita ingat ungkapan terkenal Al-Mawardi, pemikir politik Islam klasik: “seribu tahun di bawah tirani lebih baik dari sehari dalam anarki.”

Atas dasar itulah maka penegakan nahy munkar sepanjang sejarah dinasti-dinasti Islam tidak dipercayakan pada orang perorang atau kelompok swasta, melainkan menjadi wilayah kekuasaan negara. Dengan kata lain, lembaga nahy munkar adalah lembaga publik. Asumsinya, karena amar ma’ruf nahy munkar berporos pada kemaslahatan publik, maka aneh kalau penanganannya diserahkan kepada pihak swasta. Lembaga publik ini lazim dikenal wilayatul hisbah.

Di sini saya perlu buru-buru menambahkan bahwa saya bukannya menyetujui keberadaan wilayatul hisbah dihidupkan lagi. Saya berpendapat bahwa pembentukan wilayatul hisbah sebagai polisi syari’ah seperti yang terjadi di Aceh adalah sebentuk salah kaprah dalam penerapan syari’ah. Perlu diketahui, wilayatul hisbah bukanlah institusi yang secara otentik lahir dari rahim Islam. Lembaga tersebut baru terbentuk pada masa dinasti Abbasiyah, sebagai hasil dari adopsi lembaga pengontrol pasar yang sudah berkembang lebih dulu di Yunani Kuna, yang bernama agoranomos. Dan memang wilayatul hisbah pada awalnya bukanlah polisi syari’ah dalam artinya yang kita kenal sekarang. Tugas utamanya pada mulanya lebih untuk mengontrol pasar agar transaksi ekonomi di situ berlangsung secara fair dan adil. Tapi lama-lama tugas lembaga ini meluas, mencakup kontrol atas perilaku dan moralitas di tempat publik. Pada masa dinasti-dinasti Islam, keberadaan wilayatul hisbah sebagai agen nahy munkar boleh jadi merefleksikan aspirasi publiknya, yang memang homogen. Tapi untuk diterapkan dalam konteks saat ini, wilayatul hisbah malah mencederai aspirasi publiknya, yang cenderung heterogen.

Tapi lepas dari itu, poin yang ingin saya tekankan adalah bahwa lembaga nahy munkar adalah lembaga publik, yang dibentuk dan diresmikan oleh negara. Ini berarti, pengertian mengubah dengan “tangan” mestinya diartikan sebagai “kekuasaan.” Dengan demikian, klaim FPI sebagai lembaga nahy munkar sebenarnya tidak punya dasar yang kukuh ditinjau dari perspektif sejarah Islam. dalam konteks Indonesia, saya malah cenderung menganggap bahwa lembaga nahy munkar yang sah bukanlah FPI melainkan lembaga semacam KPK.

Hal lain yang juga bermasalah pada FPI adalah kecenderungannya untuk selalu menghalalkan kekerasan dalam aksi-aksi mereka. Ditinjau dari sudut pandang hukum Islam, tindakan semacam itu sama sekali tak bisa dibenarkan. Dalam al-qawa’id a-fiqhiyah (legal maxims), terdapat kaidah yang menyatakan: al-dlararu yuzalu (kemudaratan mesti dihilangkan). Tapi ada juga kaidah lain yang berbunyi: al-dlarar la yuzal bi al-darar (kemudaratan tak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang lain). Dan patut diingat, dua kaidah tersebut mesti dipahami sebagai satu kesatuan.

Dengan bersandar pada dalil di atas, kita bisa mengatakan bahwa kemunkaran mesti dihilangkan karena kemunkaran adalah bagian dari kemudaratan. Tapi pada saat yang sama, kemunkaran tidak boleh dihilangkan dengan kemunkaran yang lain. Artinya bisa bercabang dua: kemunkaran tidak bisa dihilangkan dengan cara yang munkar; dan juga, kemunkaran tidak bisa dihilangkan dengan cara yang justru melahirkan kemungkaran baru.

Dengan menghalalkan kekerasan, FPI sejatinya mengidap dua jenis kemungkaran sekaligus: memakai cara yang mungkar, yakni kekerasan dan main hakim sendiri; yang kedua: memunculkan kemungkaran baru, yang bisa jadi lebih parah (keresahan dan anarki sosial). Jadi, kalau kita punya komitmen serius untuk menegakkan nahy munkar di negeri ini, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberantas kemungkaran FPI.


http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2012/05/14/KL/mbm.20120514.KL139601.id.html

Penculik Anak-Anak Diwawancarai Tv, Kok Bisa ?


Sore  minggu (6/5/2012) saya menonton sebuah acara investigasi yang berhasil mewawancari si Penculik Anak, dalam wawancara yang suara si Penculik disamarkan. Penculik yang bernama Bodong ini bisa dengan gamblang menceritakan mulai dari proses dia menculik sampai untuk apa anak-anak tersebut dia culik.

 Kalau saya bilang apa yang dilakukan oleh bodong ini adalah ekploitasi terhadap anak-anak, karena anak-anak ini dia pekerjakan menjadi pengamen dan pengemis, sementara bonong hidup dari hasil kerja anak-anak tersebut. Ini sebuah prilaku yang biadab dan melanggar hukum.

Yang menjadi pertanyaan saya kok bisa bodong ini diwawancarai, sekalipun mungkin dengan kamera yang tersembunyi. Kalau melihat tayangan hasil investigasi sebuah program televisi tersebut, sudah begitu banyak anak-anak yang diculik sama Bodong, dan kalau tidak segera dihentikan maka akan lebih banyak lagi anak yang akan menjadi korbannya.

Saya pikir tayangan acara ini akan menjadi perhatian aparat keamanan dan segera menindak si Bodong. Yang lebih parahnya lagi, anak-anak ini tidak hanya sekedar dipekerja sebagai pengemis dan pengamen, anak-anak ini dicekokin dengan minuman keras. Apa yang sudah dilakukan Bodong ini benar-benara sudah merusak masa depan anak-anak yang masih dibawah umur ini, mereka pada umumnya berumur antara 5 sampai 8 tahun.

 Anak-anak hasil penculikan Bodong ini sepertinya sudah tidak terpikirkan lagi untuk pulang kerumahnya, merera riang ceria dibawah asuhan bodong, entah apa yang sudah dilakukan bodong terhadap anak-anak ini sehingga mereka seperti tidak ingat pulang. Saya hanya berharap agar aparat bisa menelusuri hasil investigasi stasiun TV tersebut, dan bisa membebaskan anak-anak dari sekapan Bodong.

 Foto illustrasi : http://www.google.co.id/imgres

Apa Istimewanya "Kado Spesial" SBY untuk Buruh ?





Dalam rangka menyambut "May Day" besok (1/5/2012), Presiden SBY akan membuka 4 Kado Spesial untuk buruh, kado tersebut diharapkan bisa meringankan beban buruh. Sebelum kita melihat apa istimewanya Kado Spesial dari SBY tersebut, perlu kita pertanyakan terlebih dahulu apa yang menjadi kebutuhan pokok buruh pada umumnya. Kalau dikatakan kado tersebut diharapkan bisa meringankan beban buruh, tentulah artinya kado tersebut sangat berkaitan erat dengan kesejahteraan buruh.


Baiklah sekarang kita mencoba melihat apa saja Kado Spesial SBY  untuk buruh yang katanya istimewa, apakah benar-benar istimewa dan sangat memenuhi apa yang dibutuhkan buruh, atau kado tersebut langsung bisa direalisasikan, atau masih hanya berupa janji saja. Berdasarkan yang saya kutip dari Detik Finance, kado spesial tersebut adalah sebagai berikut :


  1. Pekerja yang penghasilannya tidak dikenai pajak yang semula Rp 1,3 juta menjadi Rp 2 juta. 
  2. Lalu pengadaan rumah sakit buruh, Dalam waktu dekat dibangun di Tangerang, Bekasi dan mungkin sidoarjo,
  3. Transportasi murah untuk buruh di kawasan industri. Sebagai tahap awal akan dibeli 200 unit bus untuk wilayah Tangerang, Bekasi , Jawa Timur dan Batam.
  4. Pengadaan rumah murah untuk buruh. Tapi kado yang ini masih dimatangkan skemanya, apakah dalam bentuk rusunawa atau landed house yang diberi bantuan uang muka dari pemerintah.
Demikianlah seperti yang disampaikan Menakertrans Muhaimin Iskandar di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (30/4/2012). Apakah kado spesial ini benar-benar istimewa ? Penulis pikir akan menjadi istimewa kalau implementasinya sesuai dengan harapan, kalau tidak terimplementasi dengan benar maka tidaklah menjadi istimewa, dan itu artinya Pemerintah kembali hanya mengumbar janji untuk menyenangkan hati masyarakat, pada akhirnya yang disalahkan adalah staf-staf yang diberikan tanggung jawab dalam pelaksanaannya.


Kado Spesial pada point 1 sangat mungkin bisa segera direalisasikan, tapi untuk point 2,3 dan 4 sepertinya masih butuh waktu yang panjang untuk merealisasikannya, apakah kalau 4 point ini cukup mensejahterakan buruh ? Sejahtera secara optimal tentunya tidak, sekedar meringankan mungkin saja, itu pun kalau segera terealisasikan, tapi minimal  Kado Spesial dari SBY ini  sudah bisa digunakan untuk meredam Aksi para buruh yang rencananya akan melakukan Aksi Demo Secara besar-besaran.


Foto : www.demokrat.or.id


Sumber tulisan