Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label religi. Tampilkan semua postingan

"jihad"

14124983461758945130

“JIHAD”


Seorang laki-laki muda tuna karya yang sudah berkeluarga, dia menjadi seorang suami dan ayah dari dua anaknya, gundah gulana dalam keseharian tanpa pekerjaan. Bisa dibilang belum siap untuk berkeluarga, tapi Tuhan menitipkan keturunan sebagai pertanda Tuhan tahu kalau dia punya kemampuan, dalam kesehariannya diisi dengan mengaji disebuah perguruan, tapi sayangnya pengajian yang diikutinya tidaklah semakin mempertebal keyakinannya akan kekuasaan dan kebeseran Tuhan, dia hanya mengerti tentang hal yang haram dan yang halal, yang kafir dan yang beriman.
Puncak dari segala kegalauannya dia memutuskan ingin pergi berjihad ke Afganistan, yang dia tahu dengan berjihad untuk membela kepentingan agama dia akan mati syahid, dan menjadi seorang suhada. Itulah segelintir pengetahuan yang tertanam dalam benaknya, padahal amanat Allah swt yang dipikulkan dipundaknya berupa Isteri dan dua anak, adalah juga kehidupan yang sangat perlu dia perjuangkannya tanpa perlu mengabaikan kepentingan lain yang sama pentingnya untuk diperjuangkan.
Sebut saja namanya Kasbul, sosok yang sangat berpenampilan alim dan sangat pendiam, yang kurang senang berbagi masalah dengan orang lain, sehingga membuatnya menjadi pribadi yang sangat tertutup. Suatu hari dia mengemukan niatnya tersebut kepada isterinya,
“Buk..aku mau berangkat ke afganistan..aku ingin berjuang dijalan Allah swt..demi agama yang aku cintai..”
“Aku sih senang kalau bapak mau berjuang membela agama Allah..tapi nasib aku dan anak-anak siapa yang pikirkan pak…”
“Ibu gak usah kuatir..biarlah itu menjadi tanggung jawab Allah..bukankah dia Maha Tahu dan Maha Melihat..”
“Ya gak bisa begitu pak..justeru Allah itu maha Tahu kalau bapak itu sebetulnya mampu menghidupi aku dan anak-anak..kalau gak begitu gak mungkin Allah berikan kita anak-anak..”
Pertengkaran suami isteri tersebut tidak menemui penyelesaiannya, dan peretengkaran itu akhirnya mengundang pertanyaan ayah Kasbul,
“Ada apa ini ribut-ribut Kasbul…”
“Ini pak..isteriku tidak mengijinkan aku untuk berjihad dijalan Allah ke Afganistan..”
“Alasan dia tidak mengijinkan apa..”
“Ya katanya kalau aku ke Afganistan hidup dia dan anak-anak siapa yang menanggung..”
“Benar itu isteri kamu..karena isteri kamu dan anak-anak adalah tanggung jawabmu..bukan tanggung jawab ayah atau orang lain..sekarang ayah mau tanya..kamu mau berjihad itu karena ingin melarikan diri dari tanggung jawab keluarga atau memang ingin berjihad di Jalan Allah..”
“Ya jelas ingin berjihad dijalan Allah..masak ingin melarikan diri dari tanggung jawab keluarga..”
“Baiklah…kalau kamu benar-benar ingin berjihad dijalan Allah mulai besok kamu cari pekerjaan..apa pun pekerjaannya yang penting kamu bekerja untuk menghidupi isteri dan anak-anakmu..setahu ayah itu sama nilainya dengan kamu jihad ke afganistan..”
“Tapi yah…aku bisa bekerja apa dengan situasi sekarang ini..”
“Apa pun bul…yang penting halal..niat semata karena ingin mengemban amanah Allah yang sudah dititipkannya..mungkin kamu bisa menjadi guru mengaji..atau juga mendidik anak-anak kampung yang kurang beruntung..Insha Allah dilapangkan dan dimudahkan-Nya usaha kamu..dan itulah amal yang lebih bermanfaat..”
Jawaban ayahnya sangat menohok hati kasbul..dia merasa ayahnya tahu kalau niatnya berjihad ke Afganistan hanyalah lahir dari segala kebuntuan pikiran dan beban serta tanggung jawab yang sedang dihadapinya, sehingga semua kebuntuan tersebut menginspirasikannya untuk lari dari tanggung jawab dan Amanah Allah swt yang sudah dititipkan kepadanya, hanya saja dia tidak frustasi lalu bunuh diri..dia pikir mati di Afganistan dengan situasi seperti itu dia akan menjadi Syuhada..dan lebih terhormat dari pada bunuh diri.
Photo illustrasi sumber : www.frontpagemag.com

Islam Dimata WS Rendra

biografi,profile blogspot.com


“Jika ada agama yang sanggup memberikan kepuasan intelektual dan spiritual kepada saya, agama itu adalah agama Islam. Saya berani mengatakan demikian karena saya punya pengalaman memeluk banyak agama dan bahkan pernah tidak beragama, dalam pengertian hanya percaya pada adanya Tuhan Yang Mahakuasa!” ujar penyair Rendra, Senin malam (17/9) membuka percakapannya dengan penulis di Hotel Setiabudi, Jln. Setiabudhi Bandung.

 Malam itu Rendra yang terlahir dengan nama Willibrordus Surendra Broto Rendra tampak berseri-seri, sehat, dan awet muda. Daya humornya cukup tinggi. Ia datang ke Bandung atas undangan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung bekerja sama dengan HU Pikiran Rakyat Bandung untuk sebuah acara diskusi dan baca puisi, yang digelar Selasa pagi (18/9) di universitas tersebut.

 “Islam itu agama yang sempurna. Secara teologis kepuasaan saya terhadap agama Islam itu; saya temukan dalam surah Al-Ikhlas. Apa sebab saya berkata demikian? Sebab hanya agama Islamlah yang dengan tegas mengatakan bahwa Allah SWT itu Maha Esa tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Alasan lain bagi saya, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantui saya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, seperti yang disampaikan Al Qur’an yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.

 Keyakinan saya tentang ini tidak bisa ditawar lagi. Saya ikhlas memeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Saya bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah, rahmat, dan karunia-Nya kepada saya untuk memeluk agama Islam,” tutur Rendra, yang pada bulan Oktober 2007 mendatang bakal menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk bidang sastra.

 Menyinggung soal sastra, dalam hal ini kesusastraan, Rendra mengatakan bahwa kesusastraan adalah ekspresi yang mengungkapkan rahasia liku-liku pikiran, batin, dan naluri manusia. Sejak Solon berkuasa di Athena, beberapa abad sebelum Tarikh Masehi, orang Yunani purba menganggap bahwa menguasai pemahaman kesusastraan berarti memiliki keunggulan pemahaman manusia di dalam percaturan kepentingan dengan bangsa-bangsa lain.

 “Kesadaran pendidikan bangsa seperti itu diadopsi oleh orang-orang Romawi dan seterusnya oleh orang-orang Eropa di zaman awal pembentukan kerajaan-kerajaan di Eropa. Bahkan, sampai saat ini dalam sistem pendidikan Liberal Arts di dunia Anglo Saxon, kesusastraan menjadi inti mata pelajaran,” jelas penulis lakon “Panembahan Reso,” sebuah lakon drama yang berbicara tentang suksesi kekuasaan. Lakon ini pada zaman Orde Baru nyaris tidak mendapat izin untuk dipentaskan, karena dinilai menyinggung kekuasaan Presiden Soeharto, yang tumbang oleh gerakan reformasi pada tahun 1998 lalu.

 Di Tiongkok, kata Rendra lebih lanjut, sejak zaman dinasti Han di abad kedua sebelum Tarikh Masehi, kesusastraan menjadi sumber pengetahuan bangsa yang utama. Recruitment untuk birokrasi kerajaan diselenggarakan melewati ujian pengetahuan para calon dalam bidang kesusastraan. Kemudian tradisi ini diadopsi oleh Jepang dan Korea sejak zaman purba.

 “Nah, bangsa-bangsa yang mengalami pendidikan kesusasteraan di dalam pendidikan formal dan elementer, ternyata selalu unggul di dalam percaturan kepentingan di dunia. Bangsa kita memang sudah mampu melahirkan karya sastra tulis yang unggul sejak abad ke-10 Masehi. Berarti lebih dulu dari beberapa bangsa di Eropa. Sayangnya, pendekatan pemahaman ilmiah-analitis terhadap karya-karya kesusastraan terlambat dikenal oleh bangsa kita. Sedangkan transfer budaya pemahaman karya sastra secara modern itu terbata-bata, karena sistem penjajahan." 

Bangsa kita dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda yang tidak peduli mendirikan pendidikan tinggi untuk ilmu sastra. Apa sebab? Karena mereka takut bangsa yang tengah dijajahnya itu menjadi bangsa yang pintar dalam berbagai bidang kehidupan,” jelas Rendra yang pada 1964-1967 tinggal di Amerika Serikat untuk belajar di American Academy of Dramatical Arts di New York, sebuah sekolah drama terkenal hingga kini.

 Sepulangnya dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Kelompok teater yang dikelolanya ini menjadi terkenal di Indonesia dan bahkan ke mancanegara, karena apa yang dikreasinya pada saat itu memunculkan idiom-idiom baru seperti yang diperlihatkannya dalam pertunjukan teater “Bip-Bop” yang menggemparkan di awal tahun 1970-an. Di bawah ini petikan percakapan “PR” dengan Rendra, baik mengenai ketertarikannya terhadap agama Islam, sastra, maupun pendidikan seni.

Selain itu, saat ini ia telah menyiapkan kumpulan puisi terbarunya yang diberi judul “Penabur Benih”. Sejak kapan Anda tertarik dengan agama Islam? Sejak saya belajar drama di Amerika Serikat. Saya mengenal agama Islam pada awalnya dari leaflet yang dibagi-bagikan oleh orang-orang black Moslem. Saat itu saya baca surah Al-Ikhlas yang menggetarkan hati saya secara teologis. Iman saya terguncang saat membaca surah tersebut. Kegelisahan saya memuncak apalagi setelah saya membaca surah lainnya seperti surah Al-Ma’un. Surah Al-Ma’un? Ya. Surah ini sungguh luar biasa, tidak hanya mengungkap soal hubungan manusia dengan Tuhannya yang diekspresikan dalam ibadah salat, tetapi juga berbicara soal pentingnya memerhatikan anak-anak yatim dan orang miskin.

Orang yang salat pun akan celaka bukan hanya karena ia lalai dengan salatnya, tetapi juga karena ia menghardik anak yatim dan melupakan orang-orang miskin. Dalam konteks yang demikian itu manusia tidak hanya membangun hubungan dirinya dengan Tuhannya, tetapi juga dengan sesama manusia. 

Tentu saja surah-surah yang saya baca itu bukan dalam huruf Arab, tetapi dalam terjemahan bahasa Inggris. Dengan adanya keyakinan bahwa Allah SWT itu Esa, sebagaimana yang diungkap dalam surah Al-Ikhlas, seketika itu saya meragukan agama yang saya anut dan memang sejak kanak-kanak saya sudah meragukan agama yang saya anut.

Jadi, dengan keraguan semacam itu sesungguhnya saya tidak beragama, namun demikian saya tetap yakin akan adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Itulah yang saya maksud dengan tidak beragama itu, sebelum saya memeluk Islam, meski getarnya sudah mengguncang hati saya. Dalam keadaan kekosongan spiritual itulah saya masih sempat memeluk agama lainnya di luar agama Islam dan Kristen Katolik. Saya pernah memeluk agama Hindu dan Buddha, tetapi batin saya tetap resah, tidak terpuaskan.

 Begitu saya mantap dengan Islam, Alhamdulillah jiwa saya semakin tenang. Dalam konteks inilah saya menemukan kepuasaan baik secara intelektual maupun secara spiritual. Surah lainnya yang menggetarkan Anda ketika di Amerika, surah apa? Surah Al-’Asr, surah ke-103. Dalam surah tersebut kita dihadapkan pada soal pengelolaan waktu. Orang-orang yang merugi adalah orang yang tidak bisa mengelola waktu dalam hidupnya di jalan kebaikan. Jalan kebaikan saja tidak cukup. Ia ternyata harus beriman, beramal saleh, mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

 Jadi, lewat surah-surah yang saya sebutkan tadi, sekali lagi saya tegaskan bahwa Islam datang kepada saya lewat pemahaman intelektual dan spiritual. Pertanyaan-pertanyaan filsafat yang saya ajukan selama ini terjawab sudah. Subhanallah, saya tidak menyangka bisa sampai pada kenikmatan hidup seperti sekarang ini.

Sekarang masalahnya adalah tinggal bagaimana saya mengucap rasa syukur saya kepada Allah SWT. Ini persoalan lainnya yang harus saya aktualisasikan. Apakah kegelisahan semacam itu terekspresikan dalam karya sastra yang Anda tulis? Ya. Pengembaraan intelektual dan spiritual yang saya rasakan hingga saya puas dengan agama Islam itu, saya ekspresikan dalam sebuah puisi yang saya beri judul “Suto Mencari Bapa”. Puisi itu merupakan biografi saya.

Dalam larik penutup puisi tersebut saya cantumkan surah Al-Ikhlas. Lepas dari soal agama Islam. Apa yang Anda lihat atas menurunnya minat masyarakat dalam memperdalam seni tradisional di perguruan-perguruan tinggi seni saat ini? Dari sisi ekonomi hal itu sangat mudah kita lihat. Sekolah tinggi seni kita hingga saat ini, diakui atau tidak, belum bisa menghasilkan uang.

Artinya, bila seseorang lulus sekolah teater atau tari, ketika terjun ke lapangan ia belum bisa mendayagunakan apa yang dikuasainya itu bisa jadi uang. Biaya produksi itu lebih besar daripada pendapatan yang dihasilkan dari pementasan. Nah, berkait dengan itu ada baiknya sekolah-sekolah tinggi seni tersebut bila ingin tetap diminati masyarakat — maka pemerintah harus menggratiskan pendidikan seni bagi masyarakat yang meminatinya. Bahkan, kalau mungkin kasih beasiswa hingga melanjutkan ke jenjang lebih tinggi bila orang yang berminat memperdalam pendidikan seni tersebut hingga ke luar negeri.

Bengkel Teater tidak memungut biaya sepeser pun bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu teater di Bengkel Teater. Seharusnya sekolah tinggi seni itu seperti itu. Selain itu, tentu saja dewasa ini tantangan di dunia hiburan cukup beragam, ketat, dan masing-masing memperlihatkan daya pesonanya.

Orang menggeluti seni tradisi dengan demikian harus mampu melahirkan konsep-konsep seni baru sehingga apa yang dikreasinya itu bisa tetap menawarkan daya pesona untuk diapresiasi. Di Jawa misalnya saat ini, apa yang dikreasi oleh Slamet Gendono dengan pertunjukan wayang suket itu, merupakan hasil dari daya kreasi Jawa Baru. Jadi, daya kreatif semacam itulah yang dibutuhkan saat ini agar orang-orang tetap tertarik dengan seni tradisi yang terus memperbarui darinya dari zaman ke zaman. (hidayatullah.com)

Ingin terlihat Hebat, Tuhan pun Dihujat




Ketidakseimbangan akal dan budi, membuat pikiran mudah tersesat, padahal maksud hati ingin dibilang hebat, dan menjadi yang terhebat, agama dan tuhanpun dihujat. Inilah akibat jika manusia akal dan budinya tersesat.

Mengetahui dan mengerti memang tidaklah sama, sama halnya yakin dengan meyakini, yakin tidak memerlukan alasan apapun, meyakinipun demikian, meyakini hanya butuh keikhlasan, dan itu tidak perlu dipertanyakan.

Manusia tersesat karena ambisi, iblispun bersemayam didalam setiap ambisi, ambisi ada karena nafsu, nafsu terlalu karena syaitan, dan syaitanpun cenderung mengajak pada kesesatan, dan manusiapun tersesat karena dituntun syaitan.

Untuk hal yang tidak pentingpun Tuhan dikorbankan, hanya karena kurang kerjaan dan mencari perhatian, kok senang ya dituntun sama syaitan daripada tuntunan Tuhan, diberikan ilmu dan iman malah disalah gunakan, itu semua karena tidak pernah bersyukur atas anugerah yang diberikan, akhirnya merasa lebih hebat dari Tuhan, semua tentang Tuhanpun dipertanyakan, itulah manusia yang selalu cenderung pada syaitan dan keksesatan, karena ilmu dan iman salah memanfaatkan.

Dipuja populeritas dan bangga dengan segala publisitas, dia pikir itu pertanda penuh kualitas, padahal mencari jalan pintas untuk kepentingan yang tidak jelas, menolak beriman secara ikhlas hanya untuk mengejar populeritas, padahal jika Tuhan berkehendak semua itu akan bablas dan tergilas.

Menegakkan Amar Ma'ruf dengan Cara yang Munkar







Tulisan Akhmad Sahal
Wakil Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Amerika-Kanada

(Dimuat di Majalah Tempo edisi 14/5/2012)


Saat menjabat sebagai khalifah, Umar bin Khattab suatu kali berjalan-jalan menyusuri Madinah. Begitu sampai di suatu sudut kota, Khalifah Umar mendapati suatu rumah yang beliau curigai sedang dipakai untuk bermaksiat. Sang Khalifah ingin mengecek untuk memastikannya, tapi rumah itu tertutup rapat. Ahirnya beliau memaksa masuk melalui atap. Dan benar saja, tuan rumah sedang asik bermaksiat di rumahnya. Langsung saja Khalifah Umar menghentikankannya, dan hendak menangkapnya. Anehnya, pemilik rumah justru tidak terima. Ia mengakui memang telah berbuat dosa. Tapi menurutnya dosanya cuma satu. Sedangkan perbuatan Umar yang masuk rumahnya lewat atap justru melanggar tiga perintah Allah sekaligus. Yakni, mematai-matai (tajassus) yang jelas dilarang dalam AlQur’an (Q49:12); masuk rumah orang lain tidak melalui pintu seperti yang diserukan Qur’an (Q2: 189); dan tanpa mengucapkan salam, padahal Allah memerintahkannya (Q24: 27). Menyadari kesalahan tindakannya, Khalifah Umar akhirnya melepaskan orang tersebut dan hanya menyuruhnya bertobat.

Pelajaran apa yang bisa kita petik dari cerita yang dikutip Imam Al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din (II: 320) tersebut? Umar, dalam kapasitasnya sebagai kepala negara saat itu, mestinya punya otoritas yang sah untuk mencegah kemunkaran yang dilakukan salah seorang rakyatnya. Namun berhubung cara nahi munkar beliau terbukti melanggar aturan Tuhan, pelaku maksiat tersebut akhirnya lolos. Moral story: mencegah kemungkaran haruslah dijalankan dengan cara yang tidak munkar.

Kisah di atas kiranya relevan sekali untuk bahan rujukan manakala kita berbicara tentang Front Pembela Islam (FPI) yang senantiasa menempuh jalan kekerasan dalam aksi-aksinya. Dalam berbagai kesempatan , Rizieq Shiha, pimpinan FPI, membenarkan vigilantisme kelompoknya dengan dalih bahwa negara dan aparat peneguk hukum yang ada dianggap gagal atau lembek dalam memberantas kemaksiatan. Akibatnya, kemaksiatan semakin merajalela. Karena itulah ia dan organisasinya merasa sah untuk turun tangan.

Begitulah, dengan alasan menjalankan misi nahi munkar, ormas Islam radikal ini merazia dan merusak kafe, hotel, dan kantong kebudayaan yang mereka tengarai menjadi tempat kemaksiatan. Dengan alasan yang sama, mereka juga menyerang kelompok keagamaan yang mereka tuduh sesat dan kafir. Yang terakhir terjadi adalah penggerudukan FPI ke Salihara untuk membubarkan diskusi pemikiran Irshad Manji, yang mereka tuduh menghalalkan lesbianisme.

Di mata FPI, tindak kekerasan mereka justru Islami karena didasarkan pada hadits Nabi yang cukup populer tentang nahi munkar: “Sesiapa melihat kemunkaran, maka hendaklah ia mengubahnya dengan tangan. Jika tidak mampu, maka dengan lesan. Jika tidak mampu juga, maka dalam hati. Yang terakhir itulah selemah-lemahnya iman.” Bagi FPI, jalan kekerasan merupakan manifestasi dari pengamalan perintah Nabi untuk “mengubah kemunkaran dengan tangan (falyughayyirhu biyadih),” yang mencerminkan keimanan yang paling kuat dan tegas. Makanya tidak heran kalau dukungan terhadap FPI juga muncul dari sejumlah kalangan Islam di luar FPI, dari ustadz sampai orang awam.

Tapi seberapa jauh alasan FPI bisa diterima dari sudut pandang Islam? Apakah kemunkaran niscaya identik dengan kemaksiatan seperti digambarkan FPI? Apakah cara main hakim sendiri dengan dalih nahi munkar bisa dibenarkan? Dan di atas semua itu, apakah klaim FPI sebagai agen penegak nahy munkar bisa dibenarkan dari perspektif doktrin dan sejarah Islam?

FPI mengartikan kemunkaran sebagai identik dengan kemaksiatan. Tapi benarkah demikian? Dari kisah Umar bin Khattab di awal tulisan, kita bisa menyimpulkan bahwa kalau ada orang bermaksiat di rumah sendiri secara tertutup dan tersembunyi dari mata publik, maka perbuatannya sama sekali bukan menjadi urusan publik. Negara, masyarakat, ataupun individu lain tidak punya hak untuk mengintervensi rumah seseorang. Bahkan memata-matai, mengintai, atau menelisiknya saja tidak dibenarkan. Dengan kata lain, kemaksiatan yang tidak kelihatan oleh tatapan publik tetaplah kemaksiatan, tapi tidak bisa diinvasi orang lain dengan dalih nahy munkar. Apa yang terjadi di dalam ruang privat yang tertutup sepenuhnya menjadi urusan si pelaku dengan Tuhan. Kalaupun ia bermaksiat, ia sendiri yang menanggung dosanya.

Hal itu karena apa yang disebut munkar bertaut erat dengan kepublikan. Di sini saya sepakat dengan pendapat Dr. Moch Nur Ichwan dalam artikelnya tentang amar ma’ruf dan nahy munkar yang dimuat dalam Dinamika Kebudayaan dan Problem Kebangsaan: Kado 60 Tahun Musa Asy’arie (2011). Di situ dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta ini memaknai amar ma’ruf dan nahy munkar sebagai etika sosial atau etika publik. Ia menjelaskan, term ma’ruf dan munkar sebenarnya sudah ada sebelum Islam, dan erat kaitannya dengan urf (adat kebiasaan yang baik) yang terbentuk berdasarkan kearifan budaya setempat (local wisdom). Ketika diserap oleh Islam, kedua term tersebut mengalami transformasi menjadi etika Islami yang spiritnya dibimbing oleh wahyu, dan pada pada saat yang sama mengacu pada kebaikan dan keburukan yang diketahui melalui akal sehat dan kearifan kemanusiaan pada suatu masa dan waktu tertentu.

Singkatnya, amar ma’ruf nahy munkar dalam pandangan Nur Ichwan berporos pada perjuangan nilai-nilai bersama demi kemaslahatan bersama, sedangkan nahy munkar adalah eliminasi dosa-dosa sosial yang mengancam kemaslahatan publik. Dimensi kemaslahatan publik inilah yang dalam kenyataannya diabaikan oleh FPI dalam aksi-aksinye memberantas kemunkaran.

Seberapa jauh ormas partikelir seperti FPI punya lisensi untuk mengangkat diri sendiri sebagai eksekutor nahy munkar? Hadits yang saya kutip di atas memang memberi kesan bahwa mengubah kemunkaran adalah kewajiban setiap muslim. Dari sinilah barangkali FPI merasa bahwa kekerasan adalah bagian dari upaya menjalankan misi mengubah kemunkaran “dengan tangan”.

Tapi masalahnya, kalau setiap orang merasa punya wewenang untuk mengubah kemunkaran “dengan tangan,” maka yang kemudian terjadi adalah menjamurnya ormas Islam, semua dengan bendera nahi munkar, tapi masing-masing punya agendanya sendiri, dengan disokong laskarnya sendiri. Situasi seperti ini pada gilirannya bisa mengancam ketertiban umum dan memicu kekacauan politik dan anarki dalam masyarakat, suatu situasi yang justru dianggap momok paling mengerikan sepanjang sejarah politik masyarakat muslim. Kita ingat ungkapan terkenal Al-Mawardi, pemikir politik Islam klasik: “seribu tahun di bawah tirani lebih baik dari sehari dalam anarki.”

Atas dasar itulah maka penegakan nahy munkar sepanjang sejarah dinasti-dinasti Islam tidak dipercayakan pada orang perorang atau kelompok swasta, melainkan menjadi wilayah kekuasaan negara. Dengan kata lain, lembaga nahy munkar adalah lembaga publik. Asumsinya, karena amar ma’ruf nahy munkar berporos pada kemaslahatan publik, maka aneh kalau penanganannya diserahkan kepada pihak swasta. Lembaga publik ini lazim dikenal wilayatul hisbah.

Di sini saya perlu buru-buru menambahkan bahwa saya bukannya menyetujui keberadaan wilayatul hisbah dihidupkan lagi. Saya berpendapat bahwa pembentukan wilayatul hisbah sebagai polisi syari’ah seperti yang terjadi di Aceh adalah sebentuk salah kaprah dalam penerapan syari’ah. Perlu diketahui, wilayatul hisbah bukanlah institusi yang secara otentik lahir dari rahim Islam. Lembaga tersebut baru terbentuk pada masa dinasti Abbasiyah, sebagai hasil dari adopsi lembaga pengontrol pasar yang sudah berkembang lebih dulu di Yunani Kuna, yang bernama agoranomos. Dan memang wilayatul hisbah pada awalnya bukanlah polisi syari’ah dalam artinya yang kita kenal sekarang. Tugas utamanya pada mulanya lebih untuk mengontrol pasar agar transaksi ekonomi di situ berlangsung secara fair dan adil. Tapi lama-lama tugas lembaga ini meluas, mencakup kontrol atas perilaku dan moralitas di tempat publik. Pada masa dinasti-dinasti Islam, keberadaan wilayatul hisbah sebagai agen nahy munkar boleh jadi merefleksikan aspirasi publiknya, yang memang homogen. Tapi untuk diterapkan dalam konteks saat ini, wilayatul hisbah malah mencederai aspirasi publiknya, yang cenderung heterogen.

Tapi lepas dari itu, poin yang ingin saya tekankan adalah bahwa lembaga nahy munkar adalah lembaga publik, yang dibentuk dan diresmikan oleh negara. Ini berarti, pengertian mengubah dengan “tangan” mestinya diartikan sebagai “kekuasaan.” Dengan demikian, klaim FPI sebagai lembaga nahy munkar sebenarnya tidak punya dasar yang kukuh ditinjau dari perspektif sejarah Islam. dalam konteks Indonesia, saya malah cenderung menganggap bahwa lembaga nahy munkar yang sah bukanlah FPI melainkan lembaga semacam KPK.

Hal lain yang juga bermasalah pada FPI adalah kecenderungannya untuk selalu menghalalkan kekerasan dalam aksi-aksi mereka. Ditinjau dari sudut pandang hukum Islam, tindakan semacam itu sama sekali tak bisa dibenarkan. Dalam al-qawa’id a-fiqhiyah (legal maxims), terdapat kaidah yang menyatakan: al-dlararu yuzalu (kemudaratan mesti dihilangkan). Tapi ada juga kaidah lain yang berbunyi: al-dlarar la yuzal bi al-darar (kemudaratan tak boleh dihilangkan dengan kemudaratan yang lain). Dan patut diingat, dua kaidah tersebut mesti dipahami sebagai satu kesatuan.

Dengan bersandar pada dalil di atas, kita bisa mengatakan bahwa kemunkaran mesti dihilangkan karena kemunkaran adalah bagian dari kemudaratan. Tapi pada saat yang sama, kemunkaran tidak boleh dihilangkan dengan kemunkaran yang lain. Artinya bisa bercabang dua: kemunkaran tidak bisa dihilangkan dengan cara yang munkar; dan juga, kemunkaran tidak bisa dihilangkan dengan cara yang justru melahirkan kemungkaran baru.

Dengan menghalalkan kekerasan, FPI sejatinya mengidap dua jenis kemungkaran sekaligus: memakai cara yang mungkar, yakni kekerasan dan main hakim sendiri; yang kedua: memunculkan kemungkaran baru, yang bisa jadi lebih parah (keresahan dan anarki sosial). Jadi, kalau kita punya komitmen serius untuk menegakkan nahy munkar di negeri ini, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memberantas kemungkaran FPI.


http://majalah.tempointeraktif.com/id/arsip/2012/05/14/KL/mbm.20120514.KL139601.id.html

Bidadari Penghuni Surga..




Ada beberapa keistimewaan wanita yang tidak dianugerahkan pada laki-laki, yaitu keistimewaan untuk menyusui dan melahirkan, hal inilah yang membuat wanita lebih dimuliakan. Namun laki-laki diistimewakan sebagai Imam bagi wanita dan Pemimpin dalam rumah tangga. Anugerah inilah yang tidak didapatkan oleh wanita.

Dibawah ini ada percakapan antara Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dengan Rasulullah SAW tentang Bidadari bermata jeli, wanita penghuni Surga, wanita shalehah :

Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”

Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilau seperti sayap burung nasar.”

“Jelaskan kepadaku tentang firman Allah”,— ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Al-waqi’ah : 23)

Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”

“Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)

Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”

” Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Ash-Shaffat : 49)

Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.
“Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”
“Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”

“Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”

Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”
***********
Sungguh indah perkataan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang menggambarkan tentang bidadari bermata jeli. Namun betapa lebih indah lagi dikala beliau mengatakan bahwa wanita dunia yang taat kepada Allah lebih utama dibandingkan seorang bidadari.

Sungguh betapa mulianya seorang muslimah yang kaffah diin islamnya. Mereka yang senantiasa menjaga ibadah dan akhlaknya, senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sungguh, betapa indah gambaran Allah kepada wanita shalehah, yang menjaga kehormatan diri dan suaminya. Yang tatkala cobaan dan ujian menimpa, hanya kesabaran dan keikhlasan yang ia tunjukkan. Di saat gemerlap dunia kian dahsyat menerpa, ia tetap teguh mempertahankan keimanannya.

Sebaik-baik perhiasan ialah wanita salehah. Dan wanita salehah adalah mereka yang menerapkan islam secara menyeluruh di dalam dirinya, sehingga kelak ia menjadi penyejuk mata bagi orang-orang di sekitarnya. Senantiasa merasakan kebaikan di manapun ia berada.

Subhanallah. Tak ada kemuliaan lain ketika Allah menyebutkan di dalam al-quran surat an-nisa ayat 34, bahwa wanita salehah adalah yang tunduk kepada Allah dan menaati suaminya, yang sangat menjaga di saat ia tak hadir sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.

Siapakah wanita-wanita yang dengan mudah mencapai surga, yaitu wanita-wanita seperti yang juga tersebut dibawah ini :

1. doa seorang isteri yang taat memiliki kekuatan 70 wali
2. isteri yang membuatkan minum suami tanpa diminta, pahalanya 3 x khatam Al Qur’an.
3. Masakan isteri yang dilakukan secara sunah dan dimakan suami beserta keluarga pahalanya semua untuk isteri dan do’a suami yang memakan masakannya menjadi do’a yang diijabah.
4. isteri yang membangunkan suami untuk shalat atau menyuruh shalat berjamaah di masjid pahalanya 27+1
5. Isteri yang kelelahan bangun malam karena anaknya minta susu sama dengan pahala 70 x haji mabrur
6. Seorang ibu yang menyusui setiap tetes susunya senilai 200 X shalat khusu wal khudu dan doanya di ijabah’ (fadilah wanita)
7. burung di udara dan malaikat dilangit akan selalu memintakan ampunan kepada Allah selama. Isteri dalam keridhaan suami
8. “bila seorang suami pulang dengan gelisah dan isteri menghiburnya maka isteri mendapatkan 10 pahala jihad”,
9. “bila seorang wanita hamil shalatnya dua rekaat adalah lebih baik dari 80 rakaat shalat wanita yang tidak hamil”.
Subhanallah..

Tulisan ini dikutip dari tafsir Al Qur’an dan Hadist, serta kiriman teman-teman baik via Sms maupun BBM.

Tidak ada tujuan apa-apa memposting tulisan ini, hanya sekedar untuk berbagi, semoga bermanfaat dan bisa dipetik hikmahnya

BULAN JATUH CINTA

Bulan hanya diam
dia sedang jatuh cinta
bulan merindu
yang dia cinta
~~~

Bulan berputar
dalam rasa kasmaran
adakah pungguk juga
yang merindukannya
~~~

Bulan kembali terdiam
hanya diam tanpa rasa
pungguk tak juga
merindukannya
~~~

seharusnya
pungguklah yang merindukan
bulan, bukan bulan
yang merindukan
~~~

Cinta seketika berubah
pungguk tak lagi
menjadi pencinta, karena
bulan terlalu kasmaran
~~~~~~~~~~


Jakarta, 27 April 2011

Hidup Yang Dihidupkan

Hidup adalah menggembala diri, sambil terus meniti sebuah rentang jalan pada tujuan yang pasti. Rentang jalan yang lurus, bukanlah jalan yang tak berujung, jalan yang memang sudah ditentukan, dan itu satu-satunya jalan yang di Ridhoi.

Pada kaharusannya, hidup tidaklah harus memilih, karena jalannya sudah ditentukan. Kalau sampai memilih itu bukanlah ketentuan. Hidup karena dihidupkan bukanlah karena ada dengan sendirinya. Ada yang mengatur hidup dan kematian.

Kalau sampai salah jalan itu semua karena kita yang membuat pilihan, dan itu tidak sesuai dengan yang sudah ditentukan. Kenapa harus ditanya siapa yang sudah menciptakan, karena pertanyaan itulah yang merusak keyakinan. Cukup rasakan keberadaannya, dari cara dia mengatur hidup dan kematian, dari ada dan ketiadaan.

Dari setiap pergantian pada semesta raya, bukanlah sekedar pergantian biasa, bukan juga sekedar perputaran pada sumbunya, tetaplah semua itu ada yang mengaturnya.

Kitalah penggembala diri kita sendiri, tapi kita tidaklah berkuasa atasnya. Tetaplah dibawah pengawasan dan tuntunan-Nya, karena kita memang bukanlah apa-apa, kita hanya bagian dari ciptaannya. Kepadanyalah kita patut menghamba dan kepadanyalah pula kita layangkan puji dan puja.

Kepintaran yang kita miliki adalah anugerah-Nya, tidak semata terlahir begitu saja. Diberikan pengetahuan semata hanya untuk mengenal-Nya dan semua kekuatan dan kekuasaan-Nya. Mengenal isi dunia inipun semata untuk mengenal semua kemahakuasaan-Nya. Lantas apa yang membuat kita merasa begitu jumawa, seakan kita bisa terlahir dengan sendirinya. Hanya iblis yang menyesatkan bukanlah Tuhan. Kalau tergelincir kejalan yang sesat, itu bukanlah kehendak-Nya, itulah pilihan jalan diluar dari yang sudah ditentukan.

SAKARATUL MAUT

Telah tiba waktunya

Malaikat maut menjalankan tugasnya

Memohonlah ampunaNya

Sebelum Izra-il mencabutnya

_____

Kadang semua begitu cepat

Kadang pula agak lambat

Namun membuat terasa sekarat

Sekarat itulah yang terasa amat berat

_________

Cepat atau lambat semua tergantung

pada ringan atau berat

Timbangan amal perbuatan

yang dilakukan didunia dan

dipertanggung jawabkan diakherat

__________

Kalau bisa memhonlah agar tidak sekarat

karena itu pertanda timbangan dosa

yang teramat berat

memohonlah agar diperlahan

agar dicabut tanpa beban….

____________________


Jakarta, 26 April 2011

Hidup hanya sebatas ajal
Matilah berbekalamal

HIDUP SESUDAH MATI

Pada dunia dikatakanNya
abadi, selamanya indah
setelah semua didera
atas dosa-dosa

~~~~~

itulah tujuan
yang pada akhirnya
semua akan didera
terkecuali yang dimuliakanNya

~~~~~

Hidup sesudah mati
adalah hidup dalam
keabadian
hidup tanpa pertikaian

~~~~~

Kematian adalah pasti
hidup hanya sebatas ajal
dunia adalah ladang amal
yang harus senantiasa ditanami

~~~~~

Hidup sesudah mati
adalah saat menuai amal
kematian dalam amal
adalah hakikat kehidupan

~~~~~~~~~~~~~


Bandung, 24 April 2011

NEGERI PARA BERUK

Beruk adalah Binatang yang paling rakus..

walaupun didalam mulutnya masih ada makanan tetap aja dia mau ngambil lagi makanan yang ada….

jadi kalo dianalogikan dengan orang-orang rakus, tamak dan kemaruk sangatlah pas,

bisa kita bayangkan Kayak apa kalo negeri ini dipimpin oleh manusia yang perilakunya kayak beruk

baru saja diobok-obok sama buaya pusingnya setengah mati apalagi kalo beruk semua yang memimipin….

masak sih sampai hati kita kalau mau menganalogikan pemimpin kita dengan beruk ?

Tapi kalau perilaku mereka sudah sampai menyamai perilaku Beruk ya kenapa tidak..

liat saja mereka tidak ada puasnya..

Punya jabatan Penting, Fasilitas Gaji cukup,

Jabatan terhormat plus berbagai tunjangan Jabatan yang sangat memadai tapi masih saja kurang,

minta naik gajilah tapi Korupsi tetap aja,

menyalah gunakan wewenang tetap aja,

masak tidak pantas kalo kita katakan BERUK..

lama kelamaan negara ini seperti dikuasai para Beruk..

I LOVE YOU OM....(Cinta Rasa Strawberry)

“Salam kenal ya om…”sebuah pesan yang muncul di chat FB, saat aku baru saja on line, segera aku balas..

“Salam kenal juga”

“Ganggu gak om…”

“Gak juga sih…emang kenapa”

“Aku cuma mau terima kasih aja…”

“Terima kasih untuk apa..”

“itu lho om…om kan sudah confirm FBku…hehehe..aku senang banget… om sudah mau kenalan..” jawabnya.

Sambil terus chat, aku coba buka profilenya, mencari tahu imformasi tentang dirinya, sementara dia terus mencecar pertanyaan yang aneh-aneh. namanya Noni evengelesta, umurnya 18 th, masih kuliah, kalau lihat fotonya cantik juga..tapi aku curiga sama namanya, pastilah ini nama hanya didunia maya.

“Om aku boleh minta no telpnya Ga…”

“Buat apa..” aku mencoba menyelidik.

“Tuh..kan..pasti Ga boleh nih…ya untuk ditelponlah…kok no telp aja pelit..”

Aku mulai Ga resfek Sama anak ini, jujur aku takut jangan-jangan nanti aku jadi korban penipuan lewat Facebook lagi. Akhirnya aku pamit untuk menutup FB.

Besoknya kembali aku membuka FB, Ada 1 pesan masuk di inbox-ku, tapi no subject, pesan atas nama Noni,

” sory om ganggu lagi…kenapa sih om kayaknya Ga mau kasih aku no telp..padahal aku pengen ngobrol Sama om…pliiis..deh om..suer aku gak akan macam-macam deh..”

Aku bertanya dalam hati..apa sebetulnya yang diinginkan anak ini..aku replay pesan singkatnya dengan hanya mengirimkan no hpku.
Aku terus online sambil meng update status, yang memang sudah beberapa hari ini belum pernah di ganti. Beberapa menit kemudian hpku berdering..tapi unknown number..tapi aku coba angkat,

” Hai..om..aku Senang banget om mau angkat telponku..heheh”

“Ada apa non…”

“Eh om…telpon balik ya…pulsaku gak cukup nih…kan aku dari bandung om..”

Wah mulai nih masalah..dalam hatiku, dengan berat hati aku coba telpon juga,

“Ada apa non…maaf ya aku gak banyak waktu..”

“Aku itu kagum sama kata-kata om…yang di status FB..makanya juga aku add…”

“Kagum kenapa…emangnya kata-kata aku menghipnotismu…”

“Ya…om…kayaknya om bijak banget…”

wah aku mulai tersanjung nih, apalagi suaranya yang manja kekanak-kanakan itu. aku yang mulai penasaran ternyata…

“Terus apa lagi….yang membuat kamu mau kenal sama aku…”

“Om fotonya cute banget….kayak anak muda aja…”

Alah mak…mati aku sama pujian anak ini…kok aku yang deg-degan jadinya…yang tadinya aku gak resfek sama sekali, sekarang malah aku yang dibikin penasaran.

“Eh non…maunya kamu itu apa sih…kok maunya beteman sama om-om seperti aku….”

“Justeru enakan temanan sama orang seperti om tau….kalau sama anak pantaran saya cuma dimainin…”

“Ya kalau temanan di FB aja sih aku gak keberatan…anakku juga cewek lo…pantaran kamu juga,,”

“Ya gak papa dong…emang kenapa..om gak mau nih….”tanyanya dengan manja….

Ini dia nih…yang dibilang godaan ABG itu lebih berat, apa lagi ada teman yang bilang, kalau berteman dengan ABG itu bikin kita tambah muda…

“Non…udahan dulu ya ngobrolnya…aku mau terusin kerjaan nih….”

aku mau sudahin aja semua ini, aku takut malah jadi kebawa arus sama alam pikirannya, apalagi aku gak bisa berbahasa sebagai orang tua menghadapi anak-anak seumuran itu, tapi noni gak mau mematikan telponnya….

“Tuh kan….om jahat….baru sekali ngobrol aja sudah mau menghindar…”

Aku mencoba merubah cara berbahasaku, agar dia merasa dianggap sebagai anak….

“Bukan begitu sayang…..om kan mau kerja….”

“Apa om….om bilang sayang….? aduh om…noni jadi deg-degan nih….”

Mati aku…jadi salah bahasa lagi aku…aku gak tahu lagi harus gimana menghadapi anak ini….

“Ya udah…gitu deh…pokoknya udahan dulu ya…ntar om telepon lagi “

Aku gak tahu lagi…aku cuma ingin segera mengakhiri saja pembicaraan ini, tapi noni terus ngomong dan akupun sudah mau menutup telepon, tapi tiba-tiba dia ngomong sambil berbisik…

“Om kapan kita ketemu di bandung….mau ya…..pliiis….”

“Untuk apa non…kan om udah bilang…kita temanannya di FB aja….kan kita juga baru kenalan…”

“Yaudah….kalo om gak mau…ya gak papa…aku gak maksa…tapi kalo ada waktu kita ketemuan ya…” jawabnya dengan manja….

******

Dua hari ini aku coba onlinedi FB, tapi aku seperti kehilangan noni….sudah dua hari ini tidak online…aku mulai penasaran, aku coba sms dia, tapi gal dibalas…aku telpon dia, tapi gak nyambung-nyambung, kenapa perasaanku jadu galau gini….

******

Hari ini adalah hari ketiga kegelisahanku, aku mulai merasa kehilangan noni….aku cuma diam terpaku didepan La[top, sekali-sekali mataku menatap ke handphone…kalau-kalau ada telepon yang masuk. Tiba-tiba HPku bergetar, segera aku raih…aku lihat dilayar LCDnya…nama anakku…bukanlah noni..aku bicara sebentar dengan anakku…aku merasa anakku adalah juga noni..anakku menyadarkanku…kalau aku adalah seorang ayah…seorang kepala keluarga, dan aku sangat bangga dengan status itu, tidak ingin aku merubahnya menjadi orang tua yang tidak tahu akan umurnya.

******

Hari ketujuh setelah perkenalan ku dengan Noni, tidak ada juga kabar dari noni…tapi aku tidaklah terlalu hirau..aku mulai terbiasa tanpa noni..seperti halnya dulu sebelum aku mengenalnya, HPku bergetar…ada SMS yang masuk, segera aku baca :

” Om….maaf ya kalo noni tidak kasih kabar…Noni lagi terbaring di Rumah sakit…noni juga gak tahu noni sakit apa..noni kangen sama om…noni pengen banget ketemu…kalau nanti masih ada waktu…..I love you om….”

Tiba-tiba aku menjadi begitu sedih membaca SMS itu…aku merasa noni seperti halnya anakku…aku begitu kuatir sama keadaannya…..

Itulah kata-kata terakhir yang dikirimnya lewat SMS, sejak itu aku gak tahu lagi dimana dan bagaimana nasib Noni…

SIAPA YANG MENIDURI RANJANGKU

Ranjang itu memang kubiarkan sepi tapi kini ada yang meniduri aku hanya tahu dari bekas, bekas yang meninggalkan aroma yang berbeda yang tak pernah aku jumpa aku sudah cari tahu siapa yang meniduri ranjangku tak satupun orang yang tahu tidak juga bekas suamiku apalagi anak ku ada diluar kota juga kota yang berbeda jauh diluar sana. sudah lama ranjang itu tak lagi kutempati tapi tiba-tiba aku merasa ada bekas jejak yang menempati.


Ranjang itu sengaja tak kutempati karena aku tak lagi bersuami aku sendiri aku tak pantas menempati tanpa suami tapi tiba-tiba ranjang itu ada yang mengisi seakan dia mengisi apa yang sedang aku tinggali. Aku bertanya siapa yang meniduri ranjangku tapi tak satupun yang tahu semua membisu hanya tidak ingin memberitahu apakah ranjang itu akan selalu aku biarkan begitu ranjang itu adalah malam pertamaku, aku tidak ingin ada malam pertama yang lain selain malam pertamaku.



Jakarta, 27 Februari 2011

Ilustrasi foto : google image

HATI YANG KUBELATI

Kutikam belati pada hati
karena hati sudah terkotori
sumpah serapah dan caci maki
ucapan sehari-hari

~~~~~~~~~

hati yang telah mati
tidak ada lagi nurani
buta sudah mata hati
hidup seakan mati

~~~~~~~~~

hati takkan terganti
bila telah mati
hidup dengan hati
matilah dengan hati

~~~~~~~~~



Jakarta, 12 April 2011

Dari sudut hati yang mati

TITIAN SERAMBUT

Tingkah dan prilaku yang tak terjaga akan mencoreng muka bagai setitik nila dalam sebelanga susu yang harus ditumpahkan.

Kata dan ucapan pun demikian akan menerkam diri merobek mulut mencabik-cabik lalu menelannya bagai harimau yang memakan mangsanya.

Langkah yang salah menggelincirkan diri jatuh pada arah yang salah jauh kedalam jurang yang terbelah tanpa celah

Hidup adalah kepandaian meniti buih menjaga keseimbangan akal dan pikiran yang meringankan berat yang terbeban agar selamat sampai tujuan.

Hidup bukanlah bagai menggarami lautan mengisi dunia dengan segala kesia-siaan. Hidup adalah titian yang hanya serambut.

Jakarta, 15 April 2011

Dari sudut kamar rumahku

KAMI HANYA RAKYAT

Kami hanya rakyat
Yang tidak mempunyai senjata
Jangan paksa kami
Untuk melawan
Jelas kami tak kuasa melawan

_________

Kami hanya rakyat
Tidak mungkin melawan
Engkau penguasa
Mempunyai banyak senjata

_________

Kami hanya rakyat
Jangan paksa kami
Untuk melawan
Sekalipun kami tak bersenjata

_________

Tidaklah engkau berkuasa
Tanpa kami yang engkau kuasai
Tidaklah engkau punya daya
Jika tidak kami berupaya

_________



Jakarta, 21 April 2011

Kaum proletar dipinggiran jakarta.

RASA SUKA DAN TIDAK SUKA

Kadang rasa berpihak pada suka
kadang pula lebih memihak pada
tidak suka.
Kalau saja rasa itu bisa digembala
maka kita akan bisa menjadi bijaksana.

Rasa suka pada manusia
bisa saja pada prilakunya,

tidak suka pada prilaku dan sifatnya,bukan berarti menjadi tidak suka pada manusianya dan
apa yang dikatakannya.

Bukankah lebih bijak kalau kita lebih melihat
apa yang dikatakan, bukan siapa
yang mengatakan. Tidak baik yang mengatakan
tidak berarti tidak baik apa yang
dikatakannya.

Memelihara rasa tidak suka
hanya akan menyesakkan dada
dan rasa suka akan membuat hati
selalu nergembira.
Memang tidak mudah menggembala rasa suka dan
tidak suka.

Dikuasai rasa tidak suka
sama halnya menggengam bara
menggenggam kesulitan yang
tiada habisnya, yang senantiasa
mengancam hati yang terbakar amarah.


Jakarta, 20 April 2011

Dari sudut hati

BERTERANG-TERANG DALAM GELAP

nikmatilah gelap
agar mudah merasakan
terang

***

tetaplah merasa terang
sekalipun dalam
kegelapan

***

dalam gelap
akan mudah melihat
cahaya terang

***

tidaklah kita tahu
terang kalau
tidak merasakan kegelapan

***

berterang-teranglah
dalam gelap dan
bergelap-gelaplah
dalam terang

_______________



Jakarta, 21April 2011

dari sudut kegelapan

PENGABDI TANPA HATI

Adalah pengabdi
sekedar mengabdi
mengabdi
pada aturan
membuang
hati juga nurani
melihat tanpa mata
mendengar
tanpa telinga
membusukkan hati
atas nama benci
membutakan mata hati
untuk melihat
mana yang benar
dan mana yang
salah
wewenang dijadikan
pedang
aturan adalah
kekuasaan


Jakarta, 21 April 2011

Pemburu rasa adil

KEKUASAAN

Ketika sebuah jabatan dimaknai sebagai sebuah kekuasaan, maka jabatan itu sudah menjadi pedang, yang akan menebas siapa saja yang menentang dan bertentangan.

Ketika sebuah jabatan dirasakan sebagai sebuah amanah, maka pengabdian dan ketulusan akan seiring sejalan dalam melaksanakan kewajiban.
Menuntaskan tanggung jawab adalah keharusan.

Ketika sebuah jabatan diterjemahkan sebagai pemegang wewenang, maka kesewenang-wenangan menjadi sebuah kebiasaan, dan mengabaikan artinya keberhasilan dari buah perjuangan bersama.

Ketika jabatan dimaknai sebagai alat penindasan, maka nafsu untuk menindas akan menguasai relung hati, hati menjadi mati begitu juga nurani.

Tetaplah jabatan diartikan sebagai sebuah titipan, yang harus demban sebagai amanah, yang pada akhirnya akan diminta pertanggung jawannya, baik didunia maupun diakhirat.


Bandung, 17 April 2011

Dari sudut Bandung Supermal