“JIHAD”
Seorang laki-laki muda tuna karya yang sudah berkeluarga, dia menjadi seorang suami dan ayah dari dua anaknya, gundah gulana dalam keseharian tanpa pekerjaan. Bisa dibilang belum siap untuk berkeluarga, tapi Tuhan menitipkan keturunan sebagai pertanda Tuhan tahu kalau dia punya kemampuan, dalam kesehariannya diisi dengan mengaji disebuah perguruan, tapi sayangnya pengajian yang diikutinya tidaklah semakin mempertebal keyakinannya akan kekuasaan dan kebeseran Tuhan, dia hanya mengerti tentang hal yang haram dan yang halal, yang kafir dan yang beriman.
Puncak dari segala kegalauannya dia memutuskan ingin pergi berjihad ke Afganistan, yang dia tahu dengan berjihad untuk membela kepentingan agama dia akan mati syahid, dan menjadi seorang suhada. Itulah segelintir pengetahuan yang tertanam dalam benaknya, padahal amanat Allah swt yang dipikulkan dipundaknya berupa Isteri dan dua anak, adalah juga kehidupan yang sangat perlu dia perjuangkannya tanpa perlu mengabaikan kepentingan lain yang sama pentingnya untuk diperjuangkan.
Sebut saja namanya Kasbul, sosok yang sangat berpenampilan alim dan sangat pendiam, yang kurang senang berbagi masalah dengan orang lain, sehingga membuatnya menjadi pribadi yang sangat tertutup. Suatu hari dia mengemukan niatnya tersebut kepada isterinya,
“Buk..aku mau berangkat ke afganistan..aku ingin berjuang dijalan Allah swt..demi agama yang aku cintai..”
“Aku sih senang kalau bapak mau berjuang membela agama Allah..tapi nasib aku dan anak-anak siapa yang pikirkan pak…”
“Ibu gak usah kuatir..biarlah itu menjadi tanggung jawab Allah..bukankah dia Maha Tahu dan Maha Melihat..”
“Ya gak bisa begitu pak..justeru Allah itu maha Tahu kalau bapak itu sebetulnya mampu menghidupi aku dan anak-anak..kalau gak begitu gak mungkin Allah berikan kita anak-anak..”
Pertengkaran suami isteri tersebut tidak menemui penyelesaiannya, dan peretengkaran itu akhirnya mengundang pertanyaan ayah Kasbul,
“Ada apa ini ribut-ribut Kasbul…”
“Ini pak..isteriku tidak mengijinkan aku untuk berjihad dijalan Allah ke Afganistan..”
“Alasan dia tidak mengijinkan apa..”
“Ya katanya kalau aku ke Afganistan hidup dia dan anak-anak siapa yang menanggung..”
“Benar itu isteri kamu..karena isteri kamu dan anak-anak adalah tanggung jawabmu..bukan tanggung jawab ayah atau orang lain..sekarang ayah mau tanya..kamu mau berjihad itu karena ingin melarikan diri dari tanggung jawab keluarga atau memang ingin berjihad di Jalan Allah..”
“Ya jelas ingin berjihad dijalan Allah..masak ingin melarikan diri dari tanggung jawab keluarga..”
“Baiklah…kalau kamu benar-benar ingin berjihad dijalan Allah mulai besok kamu cari pekerjaan..apa pun pekerjaannya yang penting kamu bekerja untuk menghidupi isteri dan anak-anakmu..setahu ayah itu sama nilainya dengan kamu jihad ke afganistan..”
“Tapi yah…aku bisa bekerja apa dengan situasi sekarang ini..”
“Apa pun bul…yang penting halal..niat semata karena ingin mengemban amanah Allah yang sudah dititipkannya..mungkin kamu bisa menjadi guru mengaji..atau juga mendidik anak-anak kampung yang kurang beruntung..Insha Allah dilapangkan dan dimudahkan-Nya usaha kamu..dan itulah amal yang lebih bermanfaat..”
Jawaban ayahnya sangat menohok hati kasbul..dia merasa ayahnya tahu kalau niatnya berjihad ke Afganistan hanyalah lahir dari segala kebuntuan pikiran dan beban serta tanggung jawab yang sedang dihadapinya, sehingga semua kebuntuan tersebut menginspirasikannya untuk lari dari tanggung jawab dan Amanah Allah swt yang sudah dititipkan kepadanya, hanya saja dia tidak frustasi lalu bunuh diri..dia pikir mati di Afganistan dengan situasi seperti itu dia akan menjadi Syuhada..dan lebih terhormat dari pada bunuh diri.
Photo illustrasi sumber : www.frontpagemag.com