Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Motivasi. Tampilkan semua postingan

Tips Cara Mengendalikan Kemarahan

illustrasi : Rimanews.



“Mengendalikan kemarahan jauh lebih mudah daripada memperbaiki kerusakan yang diakibatkan pelampiasannya”

“Marah” sebuah kata yang sederhana dan sangat mudah diartikan, semua orang mungkin sudah tahu artinya jadi tidak perlu lagi diterjemahkan. Sebab Marah-lah bisa pecah perang juga keributan. Perang di seantero dunia pun bisa dikarenakan marah, begitu juga keributan dirumah tangga. Hanya karena mudah marah dan tidak bisa mengendalikan marah keributan dan pertikaian bisa terjadi.

Marah sering ditolerir sebagai sebuah gejolak kejiwaan manusia yang normal dan sah-sah saja. terlebih, kondisi kehidupan di akhir zaman seperti sekarang ini yang memancing kita untuk meluapkan kemarahan. bahkan, menurut Al-Ghazali, seringkali kemarahan dianggap sebagai kejantanan dan kemuliaan harga diri. Dampaknya, betapa banyak kasus keji terjadi diakibatkan oleh “Marah”. Tragisnya, seringkali amarah dipicu oleh hal-hal yang sepele.

Dalam marah, sangat besar peranan setan, karena dalam marah terkandung nafsu, dalam nafsu selalu terkandung pengendalian setan. Kalau saya menuliskan ini, bukanlah berarti saya orang yang pandai mengendalikan marah, atau seorang yang tidak pernah marah. Justeru saya ingin berbagi, agar sama-sama mengetahui buruknya akibat yang disebabkan marah.

Dalam sebuah buku yang berjudul : “Jangan Mudah Marah” karangan, Syaikh Fauzi Said, Dr Nayib Al-Hamd, dikatakan: Sejatinya marah tidak bisa dilepaskan dari peran setan. menurut Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, selain hawa nafsu, marah merupakan keempatan emas bagi setan untuk menggelincirkan manusia. Tak salah, karena dalam berbagai kesempatan, Rasulullah mewanti-wanti para sahabatnya dengan pesan singkat-namun sarat makna: “Jangan marah”bahkan, menurut Abu Darba, kondisi terdekat seorang hamba dengan murka Allah, adalah pada saat ia dilanda marah.

Tetapi bagaimana mengendalikan sebuah sebuah sifat yang sudah terlanjur akrab dengan kehidupan kita sehari-hari, berikut ini ada beberapa tip yang saya kutip dan saya simpulkan dari buku “jangan Mudah Marah:”

1. Mengenali diri bahwa tidak berhak untuk marah dan balas dendam

Penyadaran akan hal ini merupakan pengutamaan diri dengan keridhaan dan kemarahan untuk Penciptanya.            Oleh karena itu, kalau jiwa dibiasakan marah dan karena ridha karena Allah, secara otomatis ia akan terbebas         dari marah dan ridha karena kepentingan diri sendiri.

2.Meninggalkan perdebatan dan memilih sikap diam

Seringkali kemarahan itu disebabkan oleh sebuah perdebatan, sikap yang bijak adalah menghindari perdebatan      tersebut, dengan cara meninggalkannya atau hanya bersikap diam tidak menanggapi. Mengalah tidak selalu              kalah, demi kemenangan hati

3.Mewaspadai akibat dari marah

Marah yang terlalu sering dapat menimbulkan berbagai penyakit berbahaya. Seperti penyakit gula, tekanan            darah tinggi, sakit pada saraf usus besar, dan penyakit-penyakit lain yang membutuhkan diagnosis khusus dari        dokter spesialis. Marah juga dapat menimbulkan berbagai macam tindakan, baik perkataan maupun perbuatan      yang dapat menjadikan pelakunya menyesal setelah kemarahannya surut.

4.Mengambil pelajaran dari pengalaman melampiaskan kemarahan yang telah lalu.

Kalau orang mau sejenak mengingat akibat melampiaskan kemarahan pada masa lalu- yaitu penyesalan karena       tanpa berpikir panjang dia langsung melampiaskan hawa nafsunya, ia akan menyadari bahwa menahan marah         lebih mudah daripada memperbaiki akibat buruk darinya.

Masih banyak cara lain yang juga dilakukan seseorang mengatasi nafsu amarah, antara lain : dengan memperbanyak berzikir pada Allah, Istighfar atau juga berwudhu. Dan masing-masing punya cara untuk melawan nafsu amarah, tentunya sesuai dengan pemahaman masing-masing. Artikel ini hanyalah bermaksud untuk sekedar berbagi, dan tidaklah semata-mata untuk menggurui.

Demikianlah tulisan ini saya susun kembali berdasarkan referensi buku yang saya baca. Semoga saja artikel yang singkat ini ada manfaatnya bagi kita semua.
Sumber tulisan :

Buku, “Jangan Mudah Marah” Karangan: Syaikh fauzi Said, Dr. Nayif Al-Hamd
Penerbit : Aqwam Jembatan Ilmu.

Haram, Halal, Hantam saja

Illustrasi : Fimadani.com


Ada guyonan sebagian orang, jangankan mencari uang yang halal, mencari uang yang haram saja susah sekarang ini. Mungkin guyonan ini sangat pas bagi orang yang menganut faham 3 H ( Haram, Halal, Hantam saja), tapi tidak bagi orang-orang yang masih menjujung tinggi norma-norma keagamaan.

Pernah seorang atasan saya mengingatkan semasa bekerja disebuah Perusahaan Swasta yang cukup Bonafit; ” Jangan sekali-kali kamu memberikan makan anakmu bukan dari hasil jerih payahmu, artinya uang yang kamu dapat dengan cara yang tidak baik, karena uang seperti itu jika dimakan keluargamu, maka tidak akan menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi tubuhnya.” Lantas saya pun bertanya apa efeknya, beliau cuma menjawab :

”Sesuatu yang tidak berkah kalau dimakan dia tidak menjadi darah yang baik, dan itu nantinya akan menjadi penyakit.”

Seorang teman saya yang keturunan Tionghoa juga pernah bercerita pada saya, kalau dia bisnis dan uang hasil bisnis itu akan dimanfaatkan untuk membiayai dan menghidupi keluarga, tidak untuk bermaksiat, kalau pun dia menggunakan uang untuk maksiat, itu adalah uang yang didapat dari bisnis sampingan, dan tidak dicampur adukkan dengan uang hasil bisnis pokoknya.

Ada kesamaan prinsip antara nasihat atasan saya dengan apa yang dikatakan teman saya tersebut, bahwa memberikan makan keluarga hendaklah dari hasil yang diperoleh dengan cara yang baik dan halal, karena uang yang didapat dengan cara tidak baik, maka tidak baik pula untuk diberikan pada anak dan isteri. 

Menurut atasan saya lagi, uang yang haram jika makan oleh anak dan isteri, maka anak tersebut akan menjadi anak yang pembangkang dan tidak patuh kepada orang tua, dasar pemikirannya adalah karena apa yang masuk kedalam tubuhnya adalah sesuatu yang tidak mendapatkan Ridho dan Berkahnya.

Mungkin bagi sebagian orang pemikiran seperti ini akan dianggap sebagi pemikiran yang kurang rasional, dan susah dicerna secara logika, tapi pada kenyataannya memang demikianlah adanya. Tulisan ini hanyalah sekedar untuk berbagi, mungkin ada manfaatnya, apakah para pembaca sekalian ada yang sepemikiran dan tulisan ini, atau juga tidak sepemikiran, marilah sama-sama kita melihat sisi postif dan manfaatnya saja.

Semoga tulisan ini Bermanfaat bagi pembaca semua..

Menulislah tapi Jangan Masturbasi




“Menulis, bicara, berbuat, tidak pernah khusus untuk diri sendiri, langsung atau tidak langsung. Tidak ada seorang seniman berseni untuk diri sendiri, itu namanya Masturbasi”

Menulis adalah salah satu cara untuk meng-aktualisasikan diri, mempertajam pikiran dan mengasah nurani, dengan menulis maka kita akan senantiasa membaca, dengan membaca maka kita akan menganalisa, menganalisa menggunakan pikiran, dengan digunakannya pikiran maka dia akan terasah.

Pramudya ananta Toer pernah mengatakan :
“Orang boleh pandai setinggi langit,tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan dari sejarah….Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

Menulis adalah juga meng-ekpresikan aspirasi , untuk mengatakan apa yang ada dihati, meng-komunikasikan pikiran dan memperluas wawasan , melenturkan pikiran dengan menangkap situasi untuk menjadi bahan penulisan.

Dengan menulis kita juga belajar , dan belajar tidak mesti dengan buku, bila buku tidak ada , bahan tulisanpun tidak ada, bukankah orang harus belajar juga ? Dengan mengamati, memperhatikan, menghapal, mendengarkan, orangpun belajar. Tetapi juga banyaknya belajar tidak menjamin orang menjadi pandai. Belajar adalah memupuk ilmu dan pengetahuan didalam dirinya. Pandai adalah bisa menggunakan ilmu dan pengetahuan itu. Dan orang yang cerdas, inteligen, adalah yang pandai menarik kesimpulan dari ilmu dan pengetahuannya dan pengalamannya. Orang yang resolut adalah pandai memutuskan dan melaksanakan segala yang dapat disimpulkannya.( Pramudya Ananta Toer)

Apa yang dikatakan pak pram diatas ada benarnya juga, belajar untuk menjadi pintar bukanlah diukur dari kwantitas belajarnya, tapi lebih pada kualitas belajarnya, maka keseimbangan belajar dengan menulislah yang akan meningkatkan kualitas intlektual, kemampuan menulis akan sangat mendorong memudahkan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan, maka dari itu menulis adalah sesuatu yang sangat penting untuk mengasah intlektual.

Kalau menulis adalah ekpresi jiwa, tulisan yang tertuang akan lebih pada ungkapan hati dan jiwa, bahkan terkadang menjadi luapan emosi, tapi lain halnya menulis sebagai menuangkan buah pemikiran yang dikomunikasikan dengan sedemikian rupa, mudah dipahami, disampaikan dengan bahasa yang sederhana sehingga gampang dicerna pembacanya, biasanya tulisan seperti ini difungsikan sebagai sebuah gagasan pemikiran, artinya dia akan bermanfaat bagi yang membutuhkan.

Ketika kita mem-publish sebuah tulisan tentu saja tujuannya agar di apresiasi oleh pembacanya, dan rata-rata tulisan yang diapresiasi adalah tulisan yang memiliki kelebihan kedekatan emosional dengan khalayak pembacanya, jadi kalaulah tulisan yang kita publish belum mendapat apresiasi, bukan berarti kita telah gagal dalam menulisnya, masalahnya hanya pada tajuk tulisan tersebut belumlah mengena dihati pembacanya.

Bagi Pramudya Ananta Toer  menulis, bicara, berbuat, tidak pernah khusus untuk diri sendiri, langsung atau tidak langsung. Tidak ada seorang seniman berseni untuk diri sendiri, itu namanya “Masturbasi”. Ada  faal sosial didalamnya, makin dikembangkan faal ssosial itu semakin baik. Tak ada orang makan untuk makan.

Memeperindah bahasa dalam tulisan adalah keharusan agar enak untuk dibaca, namun menata kata terlalu luar biasa juga akan menghilangkan makna, tulisan yang sederhana enak dibaca, namun penuh makna, biasanya lebih diminati pembacanya.

Kembali pada niat Untuk Apa Menulis…semua tergantung kepentingan dan kebutuhan masing-masing, untuk kepuasan diri sendiri, pembaca ? yang jelas apa yang ingin kita tulis adalah sesuatu yang bermakna juga bermanfaat bagi pembacanya,

Sebagian tulisan dikutif dari buku “81 Seruan untuk Kemajuan Bangsa dan kemuliaan Martabat Manusia “ karya Pramudya Ananta Toer.


illustrasi : http://ramboeistblast.files.wordpress.com

Merubah Rasa Iri menjadi Motivasi




Konotasi rasa iri itu selau negatif, tapi rasa iri itu bisa menjadi sesuatu yang postif kalau di menej menjadi Motivasi. Contohnya iri sama keberhasilan dan kesuksesan orang lain, rasa iri seperti ini dijadikan memotivasi  untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan seperti yang telah dicapai orang lain tersebut, namun caranya mencapai keberhasilan yang harus dicontoh dengan tetap menjadi diri sendiri.

Lain halnya dengan rasa iri yang negatif, rasa iri yang negatif cenderung pada tindakan yang tidak terpuji, tidak senang kalau melihat orang lain mencapai kesuksesan dan keberhasilan, sehingga sedapat mungkin ingin menghalanginya. Rasa iri yang bersifat negatif inilah yang biasa dikatakan dengan “Penyakit Hati.” Kalau sudah menjadi penyakit hati, maka akan merusak diri sendiri.

Bagi orang-orang yang senantiasa berpikir positif biasanya cenderung memiliki rasa iri yang postif, rasa iri yang memotivasi diri untuk selau berusaha sukses dalam pekerjaannya, energi postifnya mendorongnya untuk selalu melakukan hal-hal yang positif, sehingga sebuah keberhasilan dan kesuksesan itu semakin dekat dengan dirinya.

Seperti apa yang dikatakan orang-orang bijak, “Belajarlah untuk berhasil pada orang-orang yang sudah sukses.” Pernyataan ini jelas mengandung banyak kebenaran, itu kalau kita sikapi dengan positif kesuksesan yang sudah diraihnya, tapi kalau disikapi secara negatif, maka kita tidak akan mendapatkan pelajaran apa-apa.

Bagi kita yang ingin sukses dalam bidang tulis menulis, maka kita pun harus belajar dengan teman-teman yang sudah sukses dalam bidang tulis menulis. Sebetulnya didunia blogging ini banyak sekali pelajaran yang bisa didapatkan, bahkan tulisan-tulisan bloggerr banyak sekali yang memberikan inspirasi, itu kalau kita ingin mengambil hal-hal yang positif dari tulisan mereka.

Jujur saja saya juga memiliki rasa iri terhadap teman-teman yang sudah sukses dalam bidang tulis-menulis dimedia blog ini, dan mereka pada umumnya sudah memiliki Personal Branding. Inilah yang juga memotivasi saya untuk mencari Personal Branding tersebut, bahkan tulisan ini pun terinspirasi dari rasa iri sebetulnya, dan rasa iri itu pulalah yang memotivasi saya untuk menuliskannya.

Semoga saja kita bisa memelihara rasa iri yang positif, agar memotivasi kita untuk senantiasa melakukan hal-hal yang positif untuk mencapai sebuah keberhasilan dan kesuksesan dalam profesi kita masing-masing, dan tetap menjadi diri sendiri.

Illustrasi : http://2.bp.blogspot.com/_gyO6NDyj5y8/TCA5c1Q6xfI/AAAAAAAAAIw/frTkx7pqbSs/s1600/Iri+hati.jpg

Menulis Itu Apa Sih...



Saat sekolah dasar kita diajarkan menulis, agar kita mengenal hurup dan pada akhirnya bisa membaca, dengan bisa membaca maka diharapkan kita pun bisa menulis. Lantas yang menjadi pertanyaan menulis itu apa sih makna sebenarnya, untuk apa kita harus menulis.
Seperti yang pernah saya tuliskan pada tulisan saya sebelumnya, menulis itu untuk mempertajam pikiran, maka dalam tulisan ini saya mengemukakan apa sih sebetulnya menulis itu berdasarkan pemikiran dan pengalaman saya, seperti yang saya tuangkan dibawah ini :
Menulis itu seperti halnya hidup, sebuah tahapan mengisi ruang kosong agar berisi dengan arti dan memberi arti, menorehkan jiwa, mengisi ruang agar terbaca, dan memberikan manfaat dari apa yang terbaca.
Menulis itu seperti mendaki puncak tangga yang tinggi tak berbatas, setahap demi setahap dinaiki tanpa rasa lelah, dengan rasa suka dan duka, akan berhenti ketika harus berhenti, namun akan terus naik menapaki dengan sepenuh hati.
Menulis itu kadang kala layaknya membuka warung, menjual apa yang disuka pembeli, kadang ramai dikunjungi namun tak ada yang membeli. Ada kalanya ramai dan ada kalanya sepi pembeli, tapi sudah ada yang mengunjungi pun senanglah rasanya hati.
Menulis itu layaknya pelakon dipentas sandiwara, kadang disanjung kadang pula dimaki, bagus tontonan yang diberi maka akan banyak mendapat puja dan puji, tapi saatnya pertunjukan tak berkenan dihati, maka akan mendapat caci-maki.
Menulis itu bagai mengembara keberbagai jalan, kadang berada dijalan yang ramai, namun kadang pula berjalan sendiri dijalan yang sunyi. Jalan yang ramai pun terkadang terasa sepi, tapi sebaliknya dijalan yang sunyi hati tidaklah sepi, semua sangat tergantung suasana hati.
Menulis itu ya Menulis aja..
Illustrasi : http://artmagz.info/wp-content/uploads/2012/04/menulis.gif

Menjadi Pribadi yang Sabar dan Ikhlas




Dalam hidup ini sangat dibutuhkan kearifan dalam menerima semua keadaan, dan itu memang tidaklah mudah, kearifan dalam berpikir dan bertindak datangnya dari kebersihan jiwa yang bersumber dari hati. Kadang sering kita dihadapkan pada perlakuan yang tidak adil, baik itu oleh orang tua sendiri, oleh atasan atau juga teman dalam sebuah komunitas. Bahkan ketidakadilan dari penguasa yang berwenang akan lebih terasa.

Tentunya disinilah dibutuhkan sikap dan kearifan dalam menerimanya. Berpikir positif adalah salah satu cara untuk berlapang dada dalam menerima keadaan tersebut, sebaliknya keluh kesah malah akan membuat kita semakin terpuruk dalam perasaan. Bersikap optimis agar keadaan tersebut cepat terkendali, adalah juga merupakan cara untuk menjauhkan diri dari keputus asaan dan rasa frustasi.

Sebagai mahluk sosial yang berintegrasi dan berinteraksi antar sesama dalam sebuah komunitas masyarakat yang majemuk, sering kita terjebak pada ego pribadi, sehingga kita lebih ingin orang lain memahami diri kita ketimbang kita memahami orang lain, kadang juga asyik dengan diri sendiri sehingga tidak peduli dengan keadaan disekitar kita. Hal-hal seperti inilah yang sering menyebabkan kita pada akhirnya bersinggungan antara satu dengan yang lainnya.

Membangun kearifan adalah upaya untuk menumbuhkan sikap bijak dan berjiwa besar, melatih diri dalam kesabaran, juga melatih diri untuk senantiasa bersifat ikhlas dalam menerima keadaan. Tapi semua ini tentunya dibarengi dengan ketaatan dan keyakinan pada Sang Maha Penguasa dan Maha berkehendak. Penyerahan diri dengan ketaqwaan bukanlah sekedar kepasrahan.

Jiwa yang senantiasa ikhlas adalah jiwa yang penuh kekuatan dan tidak mudah rapuh karena keadaan, adalah jiwa yang penuh kearifan dan ketaqwaan. Sangat sadar akan kelemahan dan kekuatannya, selalu melihat kedalam diri dan bercermin pada kebenaran yang di digariskan-Nya.

Tulisan ini sebetulnya merupakan upaya saya untuk instropeksi diri, terhadap segala kelemahan dan kekuarangan saya selama ini, cuma saya berpikir ada juga baiknya kalau saya berbagi dengan teman-teman. Tulisan ini merupakan sebuah perenungan selama ini, yang terus menerus saya kaji, agar saya bisa mengkoreksi diri sendiri.

Illustrasi by : http://funkytridoretta.files.wordpress.com/2011/09/ikhlas.jpg

Menjadi Kreatif Karena Kepepet [Motivasi]



“Tak ada Rotan, akar pun jadi” kata perumpamaan ini tentunya sangat akrab dengan telinga kita, perumpamaan ini sangat saya pakai dalam kehidupan sehari-hari saya, dan kata-kata inilah yang memotivasi saya untuk kreatif disaat sedang dalam serba keterbatasan.

Dalam pekerjaan sehari-hari, kata perumpamaan ini juga saya pakai sebagai prinsip, disaat saya menghadapi berbagai kendala, apa lagi aktivitas saya dalam bidang seni, tentu sangat dituntut memiliki kreativitas yang tinggi, sekali pun dihadapi keterbatasan materi, namun karya seni yang dihasilkan tetap memiliki estetika yang tetap mumpuni.

Di tahun 90an, disaat keadaan ekonomi rumah tangga saya sedang terpuruk, saya pulang ke daerah Jambi, karena teman-teman dijambi mengenal saya sebagai penggiat seni, maka saya pun diajak untuk pameran lukisan secara bersama. Pada saat itu saya sama sekali tidak memiliki karya, karena memang saya sudah tidak lagi aktif melukis, namun karena ingin memenuhi dan menghargai ajakan teman, maka saya pun menyanggupi.

Dalam keterbatasan yang ada, saya mencoba membuat beberapa karya seni lukis dengan peralatan yang ada, yaitu, pensil, pulpen dan spidol. Saya pun melukis diatas bahan kertas sebatas yang mampu saya beli. Yang saya ingat pada waktu itu adalah wejangan para seniman besar yang pernah saya temui, bahwa nilai sebuah karya seni itu bukanlah terletak pada mahalnya materi yang kita gunakan, tapi yang paling penting adalah kejujuran kita saat menuangkan rasa pada karya yang kita buat.

Maka saya pun teringat juga kata perumpamaan “Tak ada rotan, akar pun jadi” kata ini mengandung makna, tidak ada pun bahan yang kita harapkan untuk berkarya, bahan apa pun yang ada asal kita mampu mengolahnya menjadi sebuah karya seni, maka karya seni tersebut pun akan memiliki nilai tersendiri, yang terpenting memenuhi standar estetika dan bernilai seni.

Sampai pada waktunya pameran digelar, karya saya pun ikut di pajang di ruang pameran, karena karya saya hanya hitam putih, maka karya tersebut diletakkan diurutan terakhir dalam ruang pameran tersebut. Berbagai karya lukisan yang di pamerkan, ada juga pelukis yang berani memajang lukisan hasil menjiplak dari lukisan dikartu lebaran, namun saya tidak ingin mengomentarinya.

Saat pameran tersebut digelar, panitia juga membuat forum diskusi untuk membahas setiap karya, ternyata karya lukisan saya banyak menjadi pembicaraan, karena dianggap aneh sendiri. Ada yang bertanya, kenapa lukisan saya hanya hitam putih, dan hanya menggunakan materi pensil, pulpen dan spidol. Secara terus terang saya menjawab, saya hanya mampu membuat lukisan dengan materi tersebut, bagi saya kejujuran dalam mengekspresikan rasa seni lebih penting, dan saya pun menjelaskan apa adanya tentang semua kondisi saya.

Jawaban-jawaban saya tersebut menjadi inspirasi yang sangat berharga bagi para peserta pameran, karena diantara mereka ada yang mati kreativitasnya hanya karena keterbatasan peralatan, dan bagi saya saat itu memberikan wawasan kreatif seperti itu adalah untuk memotivasi mereka agar terus berkarya, tanpa tergantung pada peralatan lukis yang terbilang mahal, yang paling penting adalah bisa menyalurkan hasrat melukis dan agar terus bisa melukis tanpa tergantung pada kondisi apa pun.

Demikianlah cara saya memanfaatkan kata perumpamaan tersebut menjadi prinsif dan falsafa dalam hidup dan berkarya, Tak ada rotan akar pun jadi, yang penting hasrat dan cita rasa seni bisa dituangkan tanpa ada hambatan apa pun.

Salam - Ajinatha.

Sikap Over Protective pada Anak Perempuan


Sebagai seorang ayah yang hanya dikaruniai dua orang anak perempuan saya cukup bersyukur sebetulnya, namun kadang memang terasa belum komplit kalau belum memiliki anak laki-laki, tapi saya yakin semua itu memang sudah merupakan bagian dari rencana-Nya.

Ada mitos yang mengatakan, kalau kita diberikan anak perempuan semua, itu artinya ada kaitannya dengan kebandelan kita dimasa lalu. Mitos ini sepintas ada benarnya, sekalipun tidaklah sepenuhnya benar. Lantas adakah hubungannya sikap over protective seorang ayah terhadap anak perempuannya dengan prilaku masa lalunya ?

Jujur saja sebagai laki-laki yang masa lalu saya juga berprilaku kurang baik, tapi saya tidaklah over protecktive terhadap anak-anak perempuan saya, pengawasan yang saya lakukan masih dalam batas-batas yang masih wajar, memberikan kebebasan mereka bergaul dengan siapa saja, yang penting mereka sudah mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, apa boleh dan apa yang tidak boleh mereka lakukan.

Selama ini belum pernah saya di complain sama anak-anak saya, hanya saja batas waktu mereka dalam keluar malam yang pernah mereka minta toleransi, namun saya tetap tegas, tidak lebih dari jam 10 malam. Lain halnya dengan seorang teman saya yang mempunyai beberapa orang anak perempuan yang mulai menginjak dewasa, dia begitu pusing dalam mengawasi anak-anak perempuannya, hal ini disebabkan karena masa lalunya, dia merasa dimasa lalu banyak prilaku buruknya terhadap perempuan, sehingga ada ketakutan menerima karma atas perbuatan dimasa lalunya.

Menurut saya adanya ketakutan seperti itu wajar saja, dihantui prilaku buruk masa lalu itu bisa dimaklumi, karena itulah sikap ego yang ada dalam setiap manusia, yang membedakannya adalah kadar egonya dalam setiap orang pastilah berbeda. Apakah Anda tergololong sebagai ayah yang over protective terhadap anak perempuan ? Hanya Anda yang bisa menjawabnya.