Ada kesalahan DPR yang sangat
fatal dalam membuat pasal Undang-Undang Pemda, kesalahan tersebut menyangkut
soal rujukan pasal yang seharusnya merujuk pada pasal 80, tapi dibuat merujuk
pada pasal 83, rujukan pasal ini kalau tidak segera direvisi MK, maka para
pejabat Negara, Pejabat Struktural, pejabat Fungsional dan Kepala Desa tidak
bisa dijerat secara hukum jika melakukan pelanggaran dalam pelaksanaan Pilkada.
Apakah kesalahan ini memang
merupakan kesengajaan atau hanya sekedar keteledoran para anggota DPR ? Kalau
keteledoran rasanya sangat jauh dari kemungkinannya, masak iya Anggota Dewan
Terhormat itu bertindak teledor, sementara yang menjadi anggota dewan itu
pendidikannya minimal S1, dan banyak juga pakar hukum didalamnya.
Bagaimana tidak dikatakan
fatal kalau bunyi pasal 116 ayat 4 UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
(Pemda). Dalam pasal tersebut disebutkan sanksi pidana bagi pelanggar pasal 83
tentang perbuatan curang pejabat yang menguntungkan peserta pemilu kada. Sementara
itu dalam pasal 83 itu berisi pengaturan dana kampanye. Jelas rujukan pasal ini
salah.
Atas kesalahan tersebut maka MK
pun membatalkan pasal 116 ayat 4 dan merevisi pasal tersebut. Ketua Mahkamah Konstitusi, Mahfud MD, membacakan putusannya, di ruang sidang MK,
Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (1/5/2012).
Kesalahan rujukan pasal ini
diketahui oleh Heriyanto yang sehari-harinya sebagai Tim Asistensi Bawaslu,
karena sering mendapat keluhan dari Panwaslu di daerah akibat berlakunya Pasal
116 ayat (4) UU Pemda ini. Menurutnya, pasal itu membuat Panwaslu daerah
bingung karena sesungguhnya tindak pidana yang dilarang diatur Pasal 80, bukan
Pasal 83 UU Pemda. Atas dasar inilah akhirnya Heriyanto memohon pengujian pasal
yang salah rujuk itu ke MK.
Kesalahan rujukan pasal ini
tentunya sangat fatal kalau tidak segera direvisi, karena dengan penerapan
pasal 116 ayat 4 itu para pejabat negara baik yang struktural maupun yang
fungsional bisa kebal hukum, karena pasal yang dijadikan rujukannya isinya tidak sama sekali memberikan sanksi
hukum, seperti yang saya kutip dari detiknews :
Pasal 116 ayat 4 lengkapnya
berbunyi "Setiap pejabat negara, pejabat struktural dan fungsional dalam
jabatan negeri dan kepala desa yang dengan sengaja melanggar ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 diancam dengan pidana penjara paling
singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600
ribu atau paling banyak Rp 6 juta".
Jika merujuk pasal 116 ayat
4, maka seharusnya pasal tersebut merujuk ke pasal 80. Sehingga Pasal 116 ayat
4 UU 32/2004 tentang Pemda harus dibaca "Setiap pejabat negara, pejabat
struktural dan fungsional dalam jabatan negeri dan kepala desa yang dengan
sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 diancam dengan
pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda
paling sedikit Rp 600 ribu atau paling banyak Rp 6 juta".
Lebih lanjut Mahfud MD juga mengatakan : "Frasa 'sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83' tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai 'sebagai dimaksud dalam Pasal 80'," ujar Mahfud.
Selain kesalahan dalam membuat rujukan pasal, menurut penulis sanksi hukum yang diterapkan dalam pelanggarannya juga tidak membuat efek jera bagi para pejabat pemerintah, apakah hal ini pun sengaja dibuat demikian, sebagai bentuk persekongkolan DPR dengan para pejabat negara, kalaulah seperti ini undang-undang yang diterapkan ya wajar saja banyak sekali pelanggaran ynag terjadi di setiap Pemilukada sekarang ini, karena pasal undang-undang yang diterapkan tidaklah memiliki sanki hukum yang perlu ditakuti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar