“Seringkali buah dari revolusi itu yang menikmati bukanlah pejuang revolusi, tapi para penghianat revolusi..sementara pejuang sesungguhnya lebih hanya menghitung dosa-dosa”
Pesan Moral yang disampaikan Asrul Sani lewat Skenario “Lewat Jam Malam” sangat kuat, sehingga pesan itu masih relevan sampai sekarang..yang diuntungkan oleh sebuah Revolusi hanyalah para penghianat Bangsa..Pejuang Revolusi hanyalah Martir..
Hari Minggu lalu (24/6/21012), saya dan keluarga menyempatkan diri untuk menonton di Sineplex XXI, Plaza Senayan Film Karya Sineas Indonesia, Usmar Ismaiil tahun 1954 ini , yang mendapat Apresiasi Sutradara Hollywood, Martin Scorses, ssehingga direstorasi untuk bisa disajikan kembali kekhalayak penonton film indonesia. Setelah direstorasi selama kurang lebih setahun (2011-2012), film ini dutayangkan di Seksi Cannes Clasic, Festival Film Cannes, dan kemudian diedarkan kembali secara terbatas di beberapa bioskop Indonesia.
Sinopsis cerita :
Mengisahkan seorang bekas pejuang, Iskandar (AN Alcaff) yang kembali ke masyarakat, dan coba menyesuaikan diri dengan keadaan yang sudah asing baginya. Pembunuhan terhadap seorang perempuan dan keluarganya atas perintah komandannya di masa perang terus menghantuinya.
Tepat pada jam malam yang sedang diberlakukan, ia masuk rumah pacarnya, Norma (Netty Herawati). Itu awal film yang masa kejadiannya hanya dua hari. Keesokannya ia dimasukkan kerja ke kantor gubernuran. Tidak betah dan malah cekcok. Dengan kawan lamanya, Gafar (Awaludin), yang sudah jadi pemborong, ia juga tak merasa cocok.
Ia masih mencari kerja yang sesuai dengan dirinya. Bertemu dengan Gunawan (Rd. Ismail), ia semakin muak, melihat kekayaan dan cara-cara bisnisnya. Apalagi setelah tahu, bahwa Gunawan merampas harta perempuan yang ditembak Iskandar itu lalu dijadikan modal usahanya sekarang. Kemarahannya memuncak. Ia lari dari pesta yang diadakan pacarnya untuk dirinya dan pergi mencari Gunawan ditemani bekas anak buahnya, PUJA (Bambang Hermanto), yang jadi centeng sebuah rumah bordil.
Penghuni rumah itu adalah Laila (diperankan oleh Dahlia), pelacur yang mengimpikan kedamaian sebuah rumah tangga yang tak kunjung datang. Lalu dia pulang ke pesta, tapi ia melihat polisi datang. Ia curiga dirinya dicari-cari. Maka lari lagilah dia sampai kena tembak oleh Polisi Militer, karena melanggar peraturan (lewat) jam malam, justru di saat dia menghampiri kembali kekasihnya (Netty Herawati), satu-satunya orang yang mau mengerti dirinya.
Mungkin bisa disebut karya terbaik Usmar Ismail. Skenario yang ditulis oleh Asrul Sani, sarat dengan pesan moral dan kritik sosial cukup tajam, mengenai para bekas pejuang kemerdekaan pasca perang. Maka di akhir film dibubuhkan kalimat:
“Kepada mereka yang telah memberikan sebesar-besar pengorbanan nyawa mereka, supaya kita yang hidup pada saat ini dapat menikmati segala kelezatan buah kemerdekaan. Kepada mereka yang tidak menuntut apapun buat diri mereka sendiri.”
Kelemahan film ini mungkin hanya terletak pada akhiran film yang berpanjang-panjang, dan pengungkapan kegelisahan tokoh utamanya yang kurang subtil dan terlampau fisik. Secara keseluruhan film ini digarap sangat baik oleh Usmar ismail.
Dalam keterbatasan peralatan dan teknologi, tapi sineas kita di Th 1954 sdh bisa bikin film yg bagus..jadi sayang banget kalo sineas sekarang tidak bisa berkembang ditengah tehnologi yg sdh canggih..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar