Pencitraan lewat Media, Masih Pola Lama



Menjelang Pemilu 2014 yang akan datang banyak sekali calon pemimpin yang membangun pencitraannya secara simbolis di media televisi, tidak punya kapasitas yang memadai sebagai pemimpin, asal punya uang yang banyak maka bisa menjual pengaruhnya lewat media, seakan-akan dekat dengan rakyat kecil dan peduli dengan rakyat kecil.

Gaya-gaya kuno seperti ini masih terus di pertahankan, gaya merayu dengan pembodohan seperti ini tidaklah efektif digunakan untuk mencari pemimpin yang benar-benar jujur dan tidak membodohi. Gaya pencitraan seperti ini hanya akan memunculkan pemimpin karbitan yang tidak mumpuni.

Seperti yang dikatakan Budayawan Radhar Panca Dahana dalam Talk Show Perspektif Indonesia bertajuk 'Regenerasi dan Estafet Kepemimpinan Nasional' di Press Room DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (25/5) : "Orang seperti Ical dan Prabowo bisa memakai topi caping petani, memberikan penghargaan kepada seniman Jawa seolah-olah mereka dekat dengan petani dan seniman tersebut,"

Apa yang dikatakan Radhar Panca Dahana ada benarnya, calon-calon Pemimpin sekarang ini lebih menonjolkan hal-hal yang bersifat seremonial, belumlah pada hal-hal yang substansial. Menjadi seorang pemimpin haruslah mampu memperlihatkan rekam jejak dari sisi moralitas dan kejujuran, kemapanan kehidupan seorang calon pemimpin belum merupakan jaminan sebuah kejujuran.

Lebih jauh Radhar Panca Dahana mengatakan, Untuk mencari calon pemimpin, Yang Pertama perlu dilihat adalah prestasi seseorang yang dilandasi oleh dasar kultural moral, yaitu pertama, pemimpin itu harus jujur dan tidak berdusta pada diri, Tuhan, dan orang lain.

Sedangkan yang kedua, pemimpin itu harus berpihak pada kebaikan, seorang negarawan yang memimpin dengan norma-norma kebaikan, kokoh pada prinsip, dan tegas.

Tapi apakah dengan sistem kepartaian sekarang ini kita masih bisa mencari pemimpin seperti yang digambarkan Radhar Panca Dahana, dimana semua partai politik dikuasai oleh para pemilik modal, dan partai politik sudah dianggap seperti perusahaan Turunan, yang tidak memberikan peluang untuk kaderisasi kepemimpinan, sehingga yang muncul pada setiap Pemilu masih-muka lama yang itu-itu juga.

Tidak adanya regenerasi kepemimpinan dalam partai, maka partai tidak pernah membina dan membangun kaderisasi kepemimpinan, yang pada akhirnya hanya melahirkan para calon pemimpin yang karbitan, yang dipaksakan kemunculannya hanya demi kepentingan partai semata, bukanlah untuk kepentingan Bangsa dan Negara.


1 komentar: