Inilah Alasan Australia Menyadap SBY dan Ani Yudhoyono



Merdeka.com - Berita soal penyadapan yang dilakukan intelijen Australia masih terus berlanjut. Harian The Australian kini membeberkan alasan aksi mata-mata terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ibu Negara Ani Yudhoyono .

Hanya berselang tiga hari sebelum berlangsungnya kampanye di Australia, kabel diplomatik berstempel 'rahasia' dikirimkan dari Kedutaan Besar Amerika Serikat (AS) di Jakarta kepada diplomat AS di Canberra dan CIA. Kabel ini membicarakan dinamika baru peta politik Indonesia.

Para intelijen ini meyakini ada pemain yang menjadi penasehat penting bagi SBY. Orang tersebut bukan wakil presiden, bukan pula menteri dalam kabinet SBY, tapi istrinya sendiri, Ani Yudhoyono .

"Keberadaan Kristiani Herawati telah mengorbankan penasehat kunci lainnya. Ibu negara diduga telah memanfaatkan akses kepada presiden untuk membantu teman-temannya dan menjatuhkan lawannya, termasuk Wakil Presiden (Jusuf) Kalla," tulis kabel tersebut, Minggu (15/12), seperti dikutip dari The Australian.

Informasi tersebut membuat Direktorat Pertahanan Signal dan mata-mata lain yang bertempat di Canberra ingin mengetahui lebih jauh dinamika baru itu. Mereka menilai Ibu Ani memainkan peran untuk membangun dinasti keluarga dengan memasang Agus Harimurti Yudhoyono sebagai presiden selanjutnya.

Tak hanya itu, sumber di Wikileaks juga menyebutkan Ani Yudhoyono adalah satu-satunya orang yang mendapat kepercayaan penuh dari presiden dalam menghadapi setiap isu. "Ibu Ani adalah satu-satunya orang yang Presiden benar-benar bisa percaya pada setiap masalah dan sebagai presiden jalan untuk menuju paruh kedua masa jabatannya, ia semakin bergerak di berbaris dengan istrinya," ungkap Wikileaks.

Harian The Australian juga menyebutkan, Ani sangat berambisi untuk menempatkan Agus Harimurti dan menjadikan ibu negara sebagai capres 2014. Jabatan itu dilakukan sampai putranya mencapai usia yang cukup sampai dapat dipilih menjadi presiden pada Pemilu 2019.
[tyo]

Istimewanya Boediono Dihadapan KPK

foto : tribunnews.com


 Kenapa KPK secara diam-diam melakukan pemeriksaan terhadap Wapres Boediono, terkait sebagai saksi Kasus Bank Century, pada hari ini,Sabtu (23/11/2013), dan pemeriksaan pun dilakukan di Kantor Istana Wakil Presiden bukanlah di Kantor KPK. Apakah memang ada perlakuan khusus dalam terhadap seorang Wakil Presiden, bukankah Abraham Samad selalu mengatakan, dihadapan hukum hak semua orang sama. ? 

Pemeriksaan terhadap Boediono ini dianggap tidaklah lazim, karena tidak dilakukan dikantor KPK tapi di Kantor Wakil Presiden. Politisi Partai Golkar yang juga merupakan Timwas Kasus Century, Bambang Soesatyo (BS) mengetahui kalau Penyidik KPK diam-diam melakukan pemeriksaan terhadap Boediono di Kantor Wakil Presiden, terhadap hal tersebut BS mempertanyakan perlakuan KPK terhadap Wapres Boediono yang terkesan diskriminatif.

 Seperti yang katakannya pada TribunNews.com:

 “Sebagai anggota Timwas Kasus Century, saya berpendapat pemeriksaan Boediono oleh KPK di kantor Istana Wapres hari ini,  menimbulkan tanda tanya dan diskriminasi. Sehingga semakin menguatkan kesan publik bahwa KPK mengistimewakan Boediono. Padahal, setiap warga negara sama kedudukannya di hadapan hukum,” sindir Bambang Soesatyo.

 Sementara itu dalam konfrensi Persnya dengan para pewarta media kemarin (23/11/13) malam, Wapres Boediono memberikan alasan, pemeriksaan terhadapnya oleh KPK tidak dilakukan di Gedung KPK dikarenakan standar protokoler Wakil Presiden, yang menyangkut sterilisasi gedung tempat pemeriksaan, hal ini akan sangat mengganggu kegiatan digedung KPK, maka dari itu pemeriksaan dilakukan di Kantor Wakil Presiden.

 “Ini protokoler kenegaraan, sebelumnya harus ada sterilisasi dulu dan nanti sangat mengganggu,” kata Boediono kepada wartawan dalam keterangan pers di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Sabtu (23/11/2013) malam.(Kompas.com)

 Terkait pemeriksaan terhadap Wakil Presiden Boediono ini, Juru Bicara KPK Johan Budi saat dikonfirmasi media mengatakan, secara resmi para pimpinan KPK akan memberikan penjelasan pada hari Senin (25/11/13). Apakah KPK juga akan menjelaskan kenapa pemeriksaan terhadap Boediono dilakukan diam-diam,? Semoga saja demikian, agar semua menjadi jelas dan tidak menimbulkan berbagai tanda tanya. 

Memanglah sesuatu yang tidak lazim bisa saja menjadi lazim, begitu juga sebaliknya, sesuatu yang lazim pun bisa menjadi tidak lazim kalau bagi kekuasaan, padahal seharusnya dihadapan hukum hal seperti ini tidaklah berlaku, begitulah semestinya hukum harus ditegakkan.

Jadi Capres pun Jokowi "Belum" Pantas

Illustrasi: politik/kompasiana


Adanya wacana ingin menyandingkan Jokowi dengan Ical yang dikemukan oleh petinggi Golkar Agung Laksono, dan ada juga keinginan Amien Rais untuk memasang Jokowi dengan Capres Partai Amanat Nasional (PAN), Hatta Rajasa, saya menganggap wacana tersebut bukanlah hal yang serius, melainkan hanya olok-olok pokitik. Olok-olok politik ini dimunculkan karena semakin tingginya tingkat elektabilitas Jokowi di Bursa Capres 2014.

 Kenapa saya menganggap sebagai olok-olok politik, karena dengan menempatkan Jokowi sebagai Cawapres Ical atau Cawapres Hatta Rajasa, secara politis mereka ingin mengatakan Jokowi baru pantas dilevel Cawapres, meskipun elektabilitas Jokowi sebagai Capres ada diperingkat teratas. Saya yakin, dalam menanggapi wacana ini Jokowi hanya tersenyum, karena memang dia tidak pernah sibuk dengan urusan pencapresan ini.

 Masyarakat pun akan menanggapi wacana ini secara negatif, sekalipun nantinya wacana ini akan berubah menempatkan Jokowi sebagai Capres dan Ical atau Hatta sebagai Cawapres, meskipun wacana ini lebih patut dipertimbangkan, tetap saja akan mendapat respon negatif dari publik, karena jelas publik tidak menginginkan Jokowi disandingkan dengan Ical atau pun Hatta, karena track record kedua tokoh ini tidak patut disandingkan dengan Jokowi.

 Jokowi tidaklah pantas ditempatkan sebagai Cawapres, bahkan menurut saya Jokowi tidak pantas Nayapres di Pilpres 2014 nanti, bertarung dibursa Capres dengan kandidat Capres yang ada saat ini, biarkan dulu generasi Wiranto, Prabowo, Megawati, Ical, Hatta bertarung di Pilpres 2014 nanti, karena kalau Jokowi Nyapres maka akan mendapat respon negatif dari masyarakat.

Ada baiknya Jokowi Nyapres di 2019 nanti, karena dengan memyelesaikan tanggung jawabnya selama satu periode, maka Ketokohan Jokowi akan semakin terlihat dengan nyata, saat Jokowi maju menjadi Capres di 2019, Jokowi akan menghadapi lawan yang lebih seimbang.

 Jadi kalau ada wacana menempatkan Jokowi pada posisi Cawapres, itu hanyalah olok-olok politik, jangankan untuk menjadi Cawapres, untuk menjadi Capres aja di 2014, Jokowi belum perlu, karena lawan yang ada dibursa capres bukanlah lawan yang seimbang bagi Jokowi, kalau Jokowi maju Nyapres sekarang ini, maka kandidat capres lainnya jangan berharap akan menang, asumsi tersebut bukan hanya berdasarkan tingginya tingkat elektabilitas Jokowi saat ini, tapi karena calon-calon yang maju sekarang ini hampir rata-rata bukanlah Calon yang memang diharapkan masyarakat pada umumnya.

Masyarakat saat ini hanya menginginkan Jokowi menjadi Presiden, tapi tentunya hal ini menjadi sangat dilematis bagi Jokowi, tapi secara konsekwen, harusnya Jokowi selesaikan terlebih dahulu satunperiode Jabatannya, setelah itu barulah masuk di Bursa Capres 2019, dengan demikian masyarakat tidak bisa lagi mencari kelemahan dan kesalahan Jokowi.

Islam Dimata WS Rendra

biografi,profile blogspot.com


“Jika ada agama yang sanggup memberikan kepuasan intelektual dan spiritual kepada saya, agama itu adalah agama Islam. Saya berani mengatakan demikian karena saya punya pengalaman memeluk banyak agama dan bahkan pernah tidak beragama, dalam pengertian hanya percaya pada adanya Tuhan Yang Mahakuasa!” ujar penyair Rendra, Senin malam (17/9) membuka percakapannya dengan penulis di Hotel Setiabudi, Jln. Setiabudhi Bandung.

 Malam itu Rendra yang terlahir dengan nama Willibrordus Surendra Broto Rendra tampak berseri-seri, sehat, dan awet muda. Daya humornya cukup tinggi. Ia datang ke Bandung atas undangan Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni (FPBS) Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung bekerja sama dengan HU Pikiran Rakyat Bandung untuk sebuah acara diskusi dan baca puisi, yang digelar Selasa pagi (18/9) di universitas tersebut.

 “Islam itu agama yang sempurna. Secara teologis kepuasaan saya terhadap agama Islam itu; saya temukan dalam surah Al-Ikhlas. Apa sebab saya berkata demikian? Sebab hanya agama Islamlah yang dengan tegas mengatakan bahwa Allah SWT itu Maha Esa tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Alasan lain bagi saya, karena Islam bisa menjawab persoalan pokok yang terus menghantui saya selama ini: kemerdekaan individual sepenuhnya. Saya bisa langsung beribadah kepada Allah tanpa memerlukan pertolongan orang lain. Sehingga saya merasa hak individu saya dihargai, seperti yang disampaikan Al Qur’an yang menyatakan bahwa Allah lebih dekat dari urat leher seseorang.

 Keyakinan saya tentang ini tidak bisa ditawar lagi. Saya ikhlas memeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Saya bersyukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah, rahmat, dan karunia-Nya kepada saya untuk memeluk agama Islam,” tutur Rendra, yang pada bulan Oktober 2007 mendatang bakal menerima gelar doktor honoris causa (HC) dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta untuk bidang sastra.

 Menyinggung soal sastra, dalam hal ini kesusastraan, Rendra mengatakan bahwa kesusastraan adalah ekspresi yang mengungkapkan rahasia liku-liku pikiran, batin, dan naluri manusia. Sejak Solon berkuasa di Athena, beberapa abad sebelum Tarikh Masehi, orang Yunani purba menganggap bahwa menguasai pemahaman kesusastraan berarti memiliki keunggulan pemahaman manusia di dalam percaturan kepentingan dengan bangsa-bangsa lain.

 “Kesadaran pendidikan bangsa seperti itu diadopsi oleh orang-orang Romawi dan seterusnya oleh orang-orang Eropa di zaman awal pembentukan kerajaan-kerajaan di Eropa. Bahkan, sampai saat ini dalam sistem pendidikan Liberal Arts di dunia Anglo Saxon, kesusastraan menjadi inti mata pelajaran,” jelas penulis lakon “Panembahan Reso,” sebuah lakon drama yang berbicara tentang suksesi kekuasaan. Lakon ini pada zaman Orde Baru nyaris tidak mendapat izin untuk dipentaskan, karena dinilai menyinggung kekuasaan Presiden Soeharto, yang tumbang oleh gerakan reformasi pada tahun 1998 lalu.

 Di Tiongkok, kata Rendra lebih lanjut, sejak zaman dinasti Han di abad kedua sebelum Tarikh Masehi, kesusastraan menjadi sumber pengetahuan bangsa yang utama. Recruitment untuk birokrasi kerajaan diselenggarakan melewati ujian pengetahuan para calon dalam bidang kesusastraan. Kemudian tradisi ini diadopsi oleh Jepang dan Korea sejak zaman purba.

 “Nah, bangsa-bangsa yang mengalami pendidikan kesusasteraan di dalam pendidikan formal dan elementer, ternyata selalu unggul di dalam percaturan kepentingan di dunia. Bangsa kita memang sudah mampu melahirkan karya sastra tulis yang unggul sejak abad ke-10 Masehi. Berarti lebih dulu dari beberapa bangsa di Eropa. Sayangnya, pendekatan pemahaman ilmiah-analitis terhadap karya-karya kesusastraan terlambat dikenal oleh bangsa kita. Sedangkan transfer budaya pemahaman karya sastra secara modern itu terbata-bata, karena sistem penjajahan." 

Bangsa kita dijajah oleh pemerintah Hindia Belanda yang tidak peduli mendirikan pendidikan tinggi untuk ilmu sastra. Apa sebab? Karena mereka takut bangsa yang tengah dijajahnya itu menjadi bangsa yang pintar dalam berbagai bidang kehidupan,” jelas Rendra yang pada 1964-1967 tinggal di Amerika Serikat untuk belajar di American Academy of Dramatical Arts di New York, sebuah sekolah drama terkenal hingga kini.

 Sepulangnya dari Amerika Serikat, Rendra mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta. Kelompok teater yang dikelolanya ini menjadi terkenal di Indonesia dan bahkan ke mancanegara, karena apa yang dikreasinya pada saat itu memunculkan idiom-idiom baru seperti yang diperlihatkannya dalam pertunjukan teater “Bip-Bop” yang menggemparkan di awal tahun 1970-an. Di bawah ini petikan percakapan “PR” dengan Rendra, baik mengenai ketertarikannya terhadap agama Islam, sastra, maupun pendidikan seni.

Selain itu, saat ini ia telah menyiapkan kumpulan puisi terbarunya yang diberi judul “Penabur Benih”. Sejak kapan Anda tertarik dengan agama Islam? Sejak saya belajar drama di Amerika Serikat. Saya mengenal agama Islam pada awalnya dari leaflet yang dibagi-bagikan oleh orang-orang black Moslem. Saat itu saya baca surah Al-Ikhlas yang menggetarkan hati saya secara teologis. Iman saya terguncang saat membaca surah tersebut. Kegelisahan saya memuncak apalagi setelah saya membaca surah lainnya seperti surah Al-Ma’un. Surah Al-Ma’un? Ya. Surah ini sungguh luar biasa, tidak hanya mengungkap soal hubungan manusia dengan Tuhannya yang diekspresikan dalam ibadah salat, tetapi juga berbicara soal pentingnya memerhatikan anak-anak yatim dan orang miskin.

Orang yang salat pun akan celaka bukan hanya karena ia lalai dengan salatnya, tetapi juga karena ia menghardik anak yatim dan melupakan orang-orang miskin. Dalam konteks yang demikian itu manusia tidak hanya membangun hubungan dirinya dengan Tuhannya, tetapi juga dengan sesama manusia. 

Tentu saja surah-surah yang saya baca itu bukan dalam huruf Arab, tetapi dalam terjemahan bahasa Inggris. Dengan adanya keyakinan bahwa Allah SWT itu Esa, sebagaimana yang diungkap dalam surah Al-Ikhlas, seketika itu saya meragukan agama yang saya anut dan memang sejak kanak-kanak saya sudah meragukan agama yang saya anut.

Jadi, dengan keraguan semacam itu sesungguhnya saya tidak beragama, namun demikian saya tetap yakin akan adanya Tuhan Yang Mahakuasa. Itulah yang saya maksud dengan tidak beragama itu, sebelum saya memeluk Islam, meski getarnya sudah mengguncang hati saya. Dalam keadaan kekosongan spiritual itulah saya masih sempat memeluk agama lainnya di luar agama Islam dan Kristen Katolik. Saya pernah memeluk agama Hindu dan Buddha, tetapi batin saya tetap resah, tidak terpuaskan.

 Begitu saya mantap dengan Islam, Alhamdulillah jiwa saya semakin tenang. Dalam konteks inilah saya menemukan kepuasaan baik secara intelektual maupun secara spiritual. Surah lainnya yang menggetarkan Anda ketika di Amerika, surah apa? Surah Al-’Asr, surah ke-103. Dalam surah tersebut kita dihadapkan pada soal pengelolaan waktu. Orang-orang yang merugi adalah orang yang tidak bisa mengelola waktu dalam hidupnya di jalan kebaikan. Jalan kebaikan saja tidak cukup. Ia ternyata harus beriman, beramal saleh, mengerjakan kebajikan, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.

 Jadi, lewat surah-surah yang saya sebutkan tadi, sekali lagi saya tegaskan bahwa Islam datang kepada saya lewat pemahaman intelektual dan spiritual. Pertanyaan-pertanyaan filsafat yang saya ajukan selama ini terjawab sudah. Subhanallah, saya tidak menyangka bisa sampai pada kenikmatan hidup seperti sekarang ini.

Sekarang masalahnya adalah tinggal bagaimana saya mengucap rasa syukur saya kepada Allah SWT. Ini persoalan lainnya yang harus saya aktualisasikan. Apakah kegelisahan semacam itu terekspresikan dalam karya sastra yang Anda tulis? Ya. Pengembaraan intelektual dan spiritual yang saya rasakan hingga saya puas dengan agama Islam itu, saya ekspresikan dalam sebuah puisi yang saya beri judul “Suto Mencari Bapa”. Puisi itu merupakan biografi saya.

Dalam larik penutup puisi tersebut saya cantumkan surah Al-Ikhlas. Lepas dari soal agama Islam. Apa yang Anda lihat atas menurunnya minat masyarakat dalam memperdalam seni tradisional di perguruan-perguruan tinggi seni saat ini? Dari sisi ekonomi hal itu sangat mudah kita lihat. Sekolah tinggi seni kita hingga saat ini, diakui atau tidak, belum bisa menghasilkan uang.

Artinya, bila seseorang lulus sekolah teater atau tari, ketika terjun ke lapangan ia belum bisa mendayagunakan apa yang dikuasainya itu bisa jadi uang. Biaya produksi itu lebih besar daripada pendapatan yang dihasilkan dari pementasan. Nah, berkait dengan itu ada baiknya sekolah-sekolah tinggi seni tersebut bila ingin tetap diminati masyarakat — maka pemerintah harus menggratiskan pendidikan seni bagi masyarakat yang meminatinya. Bahkan, kalau mungkin kasih beasiswa hingga melanjutkan ke jenjang lebih tinggi bila orang yang berminat memperdalam pendidikan seni tersebut hingga ke luar negeri.

Bengkel Teater tidak memungut biaya sepeser pun bagi mereka yang ingin memperdalam ilmu teater di Bengkel Teater. Seharusnya sekolah tinggi seni itu seperti itu. Selain itu, tentu saja dewasa ini tantangan di dunia hiburan cukup beragam, ketat, dan masing-masing memperlihatkan daya pesonanya.

Orang menggeluti seni tradisi dengan demikian harus mampu melahirkan konsep-konsep seni baru sehingga apa yang dikreasinya itu bisa tetap menawarkan daya pesona untuk diapresiasi. Di Jawa misalnya saat ini, apa yang dikreasi oleh Slamet Gendono dengan pertunjukan wayang suket itu, merupakan hasil dari daya kreasi Jawa Baru. Jadi, daya kreatif semacam itulah yang dibutuhkan saat ini agar orang-orang tetap tertarik dengan seni tradisi yang terus memperbarui darinya dari zaman ke zaman. (hidayatullah.com)

Apa Manfaatnya SBY Bermedia Sosial

foto:VivaNews.com


Ada bagusnya SBY bermedia sosial, agar bisa berinteraksi dengan masyarakat umum disosial media. Mungkin kesadaran pentingnya bermedia sosial baru dirasakan oleh SBY, memang seharusnya dari awal menjadi Presiden Republik Indonesia, SBY sudah memanfaatkan media sosial untuk berinteraksi, dan melihat kenyataan dukungan masyarakat terhadapnya, bukan hanya sekedar mendengar para “penggembira” disekitarnya, yang hanya senang memuji dan memuja apa yang dikerjakan SBY, sehingga SBY hanya seperti Katak Dalam Tempurung, tanpa pernah tahu dimana kekurangannya.

Tapi apakah media sosial benar-benar digunakan SBY untuk berinteraksi, dan berkomunikasi secara dua arah ? untuk hal ini mungkin masih perlu dipertanyakan, karena dimedia sosial SBY masih menempatkan dirinya sebagai Presiden, sehingga banyak aturan dan protokoler yang secara khusus yang membatasi SBY  dengan masyarakat biasa. 

Di Twitter jarang sekali SBY merespon kicauan para followernya yang mencoba berinteraksi, begitu juga di facebook, dinding FBnya saja tidak dibuka, memang untuk kenyamanannya sehingga dinding FBnya tidak terbuka untuk publik, interaksi pengikutnya di Fanpage hanya melalui kolom komentar saja, apakah SBY juga merespon ? satu dua mungkin saja direspon, namun apakah SBY langsung yang merespon, itu yang belum diketahui.

Sejatinya dimedia sosial segala bentuk atribut jabatan tidak lagi dipakai, dimedia sosial semua sederajat dan tidak dibatasi oleh jabatan dan pangkat, karena dengan demikian komunikasi dua arah bisa terjadi, masalah nyaman dan tidak nyaman itu soal lain. 

Banyak orang-orang penting yang juga membuka akun di media sosial memang sudah mempersiapkan mental untuk menerima hal yang terburuk, tapi justeru dari hal-hal tersebutlah bisa diketahui siapa yang suka dan tidak suka, dimedia sosial meskipun didunia maya, tapi semua tampak nyata, antara yang senang dan yang tidak senang, yang suka dan tidak suka sangat terlihat nyata.

Kalau dalam kesehariannya SBY banyak menghadapi orang yang hanya bermuka-muka, terlebih orang-orang disekitarnya, maka didunia maya ini SBY bisa secara nyata melihat siapa-siapa yang tidak menyukainya dan siapa pula yang begitu mengaguminya. 

Jadi memang ada bagusnya SBY Bermedia Sosial, secara langsung SBY bisa mengenal beragam karakteristik masyarakatnya yang ada didunia maya, alangkah lebih bagusnya jika SBY benar-benar berinteraksi dengan masyarakatnya, dan membuka komunikasi secara dua arah, dengan demikian SBY tidak dianggap sekedar Pencitraan di media sosial, masyarakat merasakan manfaatnya berkomunikasi dengan SBY, dan SBY sendiri bisa secara langsung mengetahui keadaan dari masyarakat, bukan sekedar menerima laporan dari para ABS disekitarnya.

Negeri Ini Dikuasai "Para Maling"




“Secara prosedural, demokrasi di Indonesia sudah cukup bagus. Namun secara substansial, masih harus banyak diperbaiki. Sistem demokrasi yang sekarang dikuasai para maling. Hanya mereka yang punya uang banyak yang bisa naik. Setelah berkuasa, mereka kembali maling untuk mengembalikan sekaligus meraup untung dari investasi yang dikeluarkan. Yang terjadi seperti lingkaran setan.” Ini bukan kata saya, tapi ini kata seorang Pakar Indonesia dari Notrhtwestern University AS, Prof. Jeffry Winters.

Apa yang dikatakan Jeffrey ini tentunya bukanlah sebuah ucapan yang tidak bisa di pertanggung jawabkan, tapi realitanya memanglah demikian. Lihat sistem pemilihan Kepala pemerintahan yang kita terapkan sekarang ini, baik Pemilu Presiden maupun Pemilu Kada, semua berbiaya mahal, seakan biaya politik itu sangatlah mahal. 

Bayangkan saja untuk menjadi Kepala daerah saja, seorang calon kepala daerah harus menghabiskan anggaran dari ratusan milyar bisa sampai triliyunan, untuk melicinkan semua jalan dalam pemilukada, dan uang yang segitu banyak tentunya di upayakan dengan berbagai cara, begitu terpilih, maka uang yang sudah di keluarkan pun harus segera dikembalikan dengan berbagai cara pula, makanya banyak kepala daerah yang pada akhirnya berurusan dengan KPK.

Sistem politik seperti inilah yang pada akhirnya merusak moral para pejabat negara, dan tatanan moral pada para penyelenggara. Kejahatan tindak korupsi seperti tersebut diatas, tidak mungkin hanya dilakukan oleh orang perorang, dan pastinya dilakukan secara kolektif dan berjama’ah. Sistem seperti ini kalau cepat tidak berubah, maka selamanya para penyelenggara negara ini akan terjerat politik uang. Jeffry Winters juga mengingatkan, salah satu kegagalan utama gerakan reformasi 1998 di Indonesia adalah tidak disiapkannya sistem hukum yang kuat. Karenanya, Indonesia menjadi suatu negara yang anomali.

“Ada demokrasi tapi tanpa hukum. Demokrasinya tumbuh, tapi hukumnya tunduk di bawah kendali mereka yang kuat jabatan dan atau uangnya,” kata Jeffry dalam diskusi perubahan bertema Pengadilan Hosni Mubarak; Pelajaran bagi Indonesia yang diselenggarakan Rumah Perubahan, di Duta Merlin, Jakarta Pusat (Selasa, 9/8). (Pedomannews.com).

Menegakkan demokrasi tanpa menegakkan hukum, maka demokrasi tidaklah akan berjalan dengan semestinya, karena hukum merupakan pilar yang sangat penting dalam penyelenggaraan demokrasi, sementara sekarang ini, hukum masih menjadi alat penguasa, lembaga dan institusi hukum (Yudikatif) masih bekerja dibawah komado eksekutif, sekalipun secara hirarki eksekutif tidak bisa meng intervensi Yudikatif, tapi pada kenyataannya yudikatif tidak berjalan sesuai dengan aturan yang seharusnya.

Banyak kasus hukum yang masih terganjal dan tidak bisa ditindak lanjuti, hanya karena butuh restu dari eksekutif. Ketika hukum tidak tegak, maka demokrasi pun tidak akan bisa diselenggarakan, kalaupun terselenggara hanyalah bersifat semu belaka.

Lebih lanjut di katakannya, “Pemilihan presiden secara langsung sudah ok. Tapi karena calon harus dari partai, maka hanya para maling saja yang bisa tampil. Untuk tampil harus punya uang. Jadi negeri ini sudah dikuasai para maling. Rakyat harus bersatu mengubah sistem demokrasi maling seperti ini,” kata Jeffry.

Sumber tulisan di kutip dari Media Online, Pedomannews.com.

APBD Digunakan untuk "Belanja Sex"

bethebliss.com


Penyalahgunaan APBD untuk kebutuhan Seks memanglah sangat keterlaluan, dan ini bukanlah dalam kategori suap atau untuk entertain Client, tapi memang digunakan secara pribadi untuk kebutuhan Seks, yang tentunya dilakukan dengan perempuan penjaja Seks.

Inilah prilaku beberapa Kepala Daerah yang sudah diamati oleh KPK, namun KPK belum membuka siapa saja Kepala Daerah yang melakukan penyalahgunaan APBD untuk seks tersebut. Seperti yang dikatakan Direktur PJ KAKI KPK, Sujanarko, di sela-sela Forum Anti Korupsi III, di Hotel Four Seasons, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (30/7/2012),forum tribunews.com

Adanya beberapa kepala daerah yang menggunakan APBD untuk seks.
“Ada beberapa, aku nggak sebutin kepala daerah, tapi beberapa daerah korupsi habis untuk main seks saja,” jelas Sujanarko.

Kalaulah memang benar apa yang dikatakan Sujanarko ini, itu artinya pengawasan terhadap penggunaan APBD itu sangatlah tidak ketat, sehingga bisa disalahgunakan untuk hal-hal diluar kebutuhan APBD. Peluang ini tentunya didapat dari selisih Mark Up dari kebutuhan APBD yang sesungguhnya, atau juga memanglah APBD tersebut disalahgunakan, lalu ditutupi dengan laporan fiktif.

Yang saya tahu biasanya Pejabat Daerah yang memiliki kepentingan dengan pejabat Pusat, dan kepentingan ini di Goalkan lewat Entertain, nah entertainnya inilah yang bermacam-macam bentuknya. Yang banyak terjadi adalah Entertain seks dengan menyediakan wanita penghibur kelas atas.

Tapi nyatanya penyalahgunaan APBD untuk seks tersebut bukanlah seperti itu, tapi memang untuk kebutuhan pribadi si Kepala daerah. Seperti yang dijelaskan Sujanarko, tindakan ini tidak termasuk suap seks. Namun ia bisa masuk penyalahgunaan wewenang karena menggunakan dana dari APBD.

“Itu bukan disogok seks, tapi korupsi untuk main seks,” tandasnya.
Memanglah luar biasa pejabat kita ini dalam memanfaatkan APBD, ada yang untuk memperkaya diri lewat Korupsi, dan ada pula yang menyelahgunakannya untuk kepuasan diri bermain seks. Ini benar-benar prilaku pejabat yang sudah tidak bisa ditolerir. Sayangnya KPK tidak segera membuka Kepala Daerah mana saja yang melakukan penyalahgunaan APBD teraebut.

Demam Tidak Bisa Mencegah "Gairah" [Hot Story]

jpwcpffe.com



Demam Tidak Bisa Mencegah Gairah [Fever Leads to pleasure]
Ini terjadi saat saya bekerja di Timur Tengah dan masih virgin. Dimulai ketika saya membiarkan seorang teman pria tidur di tempat tidur saya karena dia sedang mengalami demam tinggi malam itu. Kami baru saja pulang makan malam bersama dengan teman-teman dan dia sudah terlihat tidak sehat untuk pulang. 
Saya membiarkan dia tidur di tempat tidur saya ketika kami mampir ke apartemen saya, sementara kami semua di ruang tamu ngobrol-ngobrol. Saya dan seorang roommate menempati sebuah apartemen one-bedroom. Akan tetapi saat semuanya pulang, saya tidak tega membangunkan dia yang tertidur lelap sehingga saya akhirnya tidur di sebelahnya. 
Tengah malam saya terbangun saat merasakan sentuhan dan pijatan menggairahkan di daerah-daerah intim saya. Ternyata tangan teman saya ini sudah menjelajahi tubuh saya. Tiba-tiba saya ingin make love saat itu juga. Hal yang menegangkan adalah roommate saya sedang tidur di tempat tidurnya sendiri tidak jauh dari kami yang sedang melakukannya dengan perlahan karena itu adalah pertama kali penetrasi bagi saya. 
Saya juga mencoba untuk tidak membuat suara gaduh yang bisa membangunkan roommate saya itu. Dia melakukannya dari belakang dan rasanya sangat menakjubkan. Itu bukan yang pertama dan terakhir bagi kami. Kami bertiga sering berada di apartemen bersama, dan saya dan pacar saya sering melakukannya bahkan ketika roommate saya sedang berada di rumah atau di kamar bersama kami. 
Suatu kali, kami pernah melakukan quickie saat orang tua saya sedang berkunjung dan mereka berada di ruang tamu. Kami sering nonton TV bersama dengan teman-teman tetapi tetap saling meraba di bawah selimut. Kemungkinan kami “tertangkap basah” adalah salah satu faktor yang menyenangkan.
CB, via e-mail
(foto: jpwcoffee.com)

Sumber: FHM Indonesia Edisi Agustus 2012

KPK "Berjudi" Melawan Korupsi

illustrasi : Liputan6.com



Seorang teman baik saya mengomentari kegiatan tulis-menulis saya, dia menganggap apa yang saya lakukan adalah sia-sia. Menulis kritik terhadap pemerintah itu berbahaya. Menurut dia, korupsi itu mana bisa diberantas hanya lewat tulisan. Lembaga resmi sekelas KPK saja kewalahan, apalagi cuma hanya lewat tulisan.

Satu sisi pendapatnya saya benarkan, saya pun punya argumentasi untuk menangkis pendapat dia. Saya katakan kalau lewat tulisan saja korupsi tidak bisa diberantas, apa lagi kalau cuma diam tanpa ada tindakan, korupsi lebih tidak bisa diberantas. 

Dia kaget juga dengan argumentasi saya. “Saya diam bukan berarti tidak melakukan apa-apa, cuma saja saya tidak tahu mau melakukan apa.” Jawabnya.

“Lho kalau gitu lebih baik saya dong, meski cuma berjuang lewat tulisan tapi saya sudah melakukan satu tindakan”

“Tapi tindakanmu itu membahayakan dirimu sendiri dan juga keluargamu ji..contohnyakan sudah banyak”

“Tidak ada satu tindakan
yang tanpa resiko, tinggal bagaimana kita memilih mana yang beresiko besar dan mana yang mempunyai resiko kecil."

“Tapi cara yang kamu lakukan itu mempunyai resiko yang cukup besar ji..”

“Hidup ini seperti Judi..kita tidak pernah tahu kapan kita menang dan kapan kita kalah..atau kita tidak pernah menang sama sekali..itulah perjuangan”

“Jadi KPK itu pun seperti berjudi dalam memberantas Korupsi..dan KPK pun gak tahu apakah akan menang atau tidak..”

“Lain halnya dengan KPK..dia sudah jelas tugasnya dan tahu hukum-hukumnya. KPK itukan dibentuk dengan keputusan Presiden, harusnya kuat dan sangat bisa memberantas korupsi”

“Nah disinilah masalahnya..yang korupsi itu rata-rata aparatur pemerintah, dan orang-orang partai. Korupsi yang terjadi sekarang ini sudah bersipat kolektif dan menggurita..”

“Jadi maksudnya tidak mungkin bisa diberantas..ya gak bisalah, tetap saja harus diberantas tergantung bagaimana komitmen pemberantasan korupsi itu sendiri..”

“Disitu juga masalahnya..pemerintah ini masih setengah-setengah dengan komitmennya..”

“Disinilah letak berjudinya KPK..KPK harus lawan dengan tidak setengah-setengah, menang atau kalah urusan belakang”

“Yakin kalau KPK itu independen..apa KPK bukan bagian dari Pemerintah..”

“Lho kalau semua lembaga sudah kita curigai, lantas siapa lagi dong yang bisa dipercaya untuk memberantas korupsi..negara ini sudah dianggap gagal lho..”

“Yah gak tahulah saya juga udah gak bisa mikir..sebagai teman saya cuma mau mengingatkan aja..hati-hatilah dalam bertindak..kadang kita gak tahu mana lawan dan mana kawan..”

“Kamu lawan atau kawan saya nih..soalnya dalam sebuah revolusi yang digambar film lewat Jam Malam, juga seperti itu. Dalam perjuangan terlihat semua seperti kawan, tapi setelah revolusi usai, semua pun menjadi ketahuan..”

Teman saya tersebut dia tidak bisa lagi melanjutkan pembicaraannya, dan dia pun langsung ngeloyor pergi. Saya mencoba merenungkan kembali semua ucapannya. Tapi bagi saya tetap saja, menulis itu adalah cara saya berjihad, apakah ada hasilnya atau tidak wallahu’alam.